Rabu, 24 November 2010

Contoh Kasus Fraud Auditor

Pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh the Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), kecurangan (fraud) dalam pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat memberikan konsekuensi negatif yang signifikan terhadap para investor dan eksekutif.

Penelitian COSO tersebut, dengan menelaah tuduhan kecurangan laporan keuangan yang diselidiki oleh Securities and Exchange Commission (SEC) dalam kurun waktu sepuluh tahun antara tahun 1998 – 2007, menemukan fakta bahwa berita dugaan kecurangan telah mengakibatkan penurunan abnormal harga saham rata-rata 16,7% dalam dua hari setelah diumumkan. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan seringkali mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau harus menjual aset, dan sembilan dari sepuluh kasus-kasus SEC tersebut menyebutkan CEO dan/atau CFO perusahaan yang bersangkutan diduga terlibat dalam kecurangan.

Chairman COSO, David Landsittel, mengatakan bahwa analisis mendalam dalam penelitian tersebut terkait tentang sifat, jangkauan, dan karakteristik dari kecurangan pelaporan keuangan memberikan pemahaman yang sangat membantu tentang isu-isu baru dan berkelanjutan yang perlu segera ditangani. ”Semua pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan harus terus berfokus pada cara-cara untuk mencegah, menghalangi, dan mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan,” kata Landsittel. ”COSO berencana untuk mensponsori penelitian lanjutan mengenai kecurangan pelaporan keuangan, serta pengembangan lebih lanjut pedoman pengendalian internal, untuk membantu pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan.”

Penelitian COSO di atas menelaah hampir 350 kasus dugaan kecurangan pelaporan keuangan yang diselidiki oleh SEC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

* Kecurangan keuangan memengaruhi perusahaan dari semua ukuran, dengan median perusahaan memiliki aktiva dan pendapatan hanya di bawah $100juta.
* Median kecurangan adalah $12,1 juta . Lebih dari 30 kasus dengan masing-masing kasus melibatkan jumlah lebih dari $500 juta.
* SEC menyebutkan CEO dan/atau CFO terindikasi terlibat pada 89% dari kasus kecurangan. Dalam waktu dua tahun penyelesaian penyelidikan SEC, sekitar 20% dari para CEO / CFO berlanjut pada dakwaan serta lebih dari 60% di antaranya divonis bersalah.
* Kecurangan mengenai pendapatan tercatat lebih 60% dari kasus.
* Banyak karakteristik yang biasanya menjadi pengamatan umum dewan direktur dan komite audit, seperti: ukuran, frekuensi rapat, komposisi, serta pengalaman, tidak berbeda secara signifikan antara perusahaan yang terlibat kecurangan dengan yang tidak. Upaya-upaya pengaturan tata kelola perusahaan terbaru tampaknya telah mengurangi variasi dalam karakteristik terkait dewan direktur yang diamati.
* Dua puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan mengganti auditor selama periode yang diteliti dibandingkan dengan hanya 12 persen dari perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat.
* Berita awal dalam media massa mengenai dugaan adanya kecurangan mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata sebesar 16,7 persen untuk perusahaan yang terlibat kecurangan, dalam dua hari setelah pengumuman.
* Berita mengenai investigasi SEC atau Departemen Kehakiman mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata 7,3 persen.
* Perusahaan yang terlibat dalam kecurangan sering mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau melakukan penjualan aset yang material dengan tingkat yang jauh lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak terlibat kecurangan.

Penelitian COSO dilakukan oleh empat profesor akuntansi: Mark S. Beasley dari North Carolina State University, Joseph V. Carcello dari University of Tennessee, Dana R. Hermanson dari Kennesaw State University, dan Terry L. Neal dari University of Tennessee. Penelitian ini meng-update penelitian COSO sejenis sebelumnya diterbitkan pada tahun 1999, untuk kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan dekade 1987-1997.

Profesor Beasley, yang juga merupakan anggota dewan COSO, mencatat bahwa penelitian tambahan diperlukan untuk lebih memahami perbedaan dalam proses seputar dewan direksi dan komite audit. ”Kita perlu untuk menentukan apakah ada proses tertentu berkaitan dengan dewan direksi yang dapat memperkuat pengawasan mereka terhadap risiko-risiko yang mempengaruhi laporan keuangan,” katanya. ”Selain itu, mengingat jumlah kecurangan diperiksa dalam penelitian ini terbatas dan terkait dengan jangka waktu setelah penerbitan Sarbanes-Oxley Act of 2002 termasuk implementasi Seksi 404, penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum dapat diambil kesimpulan tentang dampak SOX tersebut dalam mengurangi kecurangan pelaporan keuangan.”

Ref : http://auditorinternal.com

Langkah-Langkah Menjadi Auditor

Arens et al (2003) menyatakan bahwa audit dilakukan oleh orang yang kompeten, independen dan obyektif atau disebut sebagai auditor. Berdasarkan kelompok atau pelaksana audit, auditor dibagi 3 jenis yaitu:

1) Auditor ekstern/independent bekerja untuk kantor akuntan publik yang statusnya diluar struktur perusahaan yang mereka audit. Pada umumnya, auditor ekstern menghasilkan Laporan Hasil Audit atas Laporan Keuangan.

2) Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang mereka audit. Laporan Hasil Audit Operasional/Manajemen umumnya berguna bagi manajemen perusahaan yang diaudit dalam melakukan perbaikan kinerja perusahaan. Oleh karena itu tugas internal auditor biasanya adalah audit operasional/manajemen.

3) Auditor Pemerintah yaitu auditor yang bekerja untuk kepentingan pemerintah, misalnya di bidang perpajakan atau audit terhadap dana-dana yang bersumber dari pemerintah.

Seorang auditor dikatakan profesional jika dalam bekerja selalu berpedoman pada Standar Audit. Dalam standar umum khususnya disebutkan bahwa auditor harus ahli, trampil dan mempunyai kehati-hatian profesional serta tidak memihak yang pada akhirnya akan merugikan salah satu pihak yang berkepentingan. Auditor yang profesional akan merencanakan audit sebaik-baiknya, mempertimbangkan risiko yang timbul dan melakukan pengumpulan serta pengujian bukti secara cermat. Jika seluruh proses dilalui sesuai dengan standar, maka hampir dapat dipastikan bahwa Laporan Hasil Audit yang dihasilkan akan dapat dipertanggungjawabkan secara profesi.

Tentu saja untuk menjadi seorang auditor profesional tidak seperti membalikan telapak tangan, tetapi melalui proses yang panjang dan berkelanjutan.
Saran berikut ini diharapkan dapat menjadikan seseorang dapat menjadi auditor yang profesional:

1) Memupuk sejak dini sifat/sikap positif, seperti jujur, rasa ingin tahu yang tinggi, tidak cepat merasa puas dan etika yang tinggi.

2) Pendidikan formal berkelanjutan, terutama untuk mendapatkan konsep-konsep dasar akuntansi dan auditing.

3) Pendidikan dan latihan profesi berkelanjutan untuk memperoleh sertifikat auditor dan mengembangkan kemampuan teknis dan komunikasi serta pengetahuan mengenai isu terkini di bidang akuntansi dan auditing.

Ref : feunpak.web.id

Selasa, 23 November 2010

The Big Four

Auditor Empat Besar (The Big Four Auditors) adalah kelompok empat firma jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan tertutup.

Kelompok ini sempat dikenal sebagai "Delapan Besar", dan berkurang menjadi "Lima Besar" melalui serangkaian kegiatan merger. Lima Besar menjadi Empat Besar setelah keruntuhan Arthur Andersen pada 2002, karena keterlibatannya dalam Skandal Enron.

Merger dan Auditor Besar

Sejak tahun 1989, merger dan satu skandal besar yang melibatkan Arthur Andersen telah mengurangi jumlah firma akuntansi besar dari delapan menjadi empat.

1. PricewaterhouseCoopers (PwC) adalah kantor jasa professional terbesar di dunia saat ini. Kantor ini dibentuk pada tahun 1998 dari penggabungan usaha antara Price Waterhouse dan Coopers & Lybrand. PwC adalah yang terbesar di antara the Big Four auditors, yang lainnya adalah Deloitte, Ernst & Young dan KPMG.

Penghasilan gabungan PricewaterhouseCoopers di seluruh dunia mencapai 20.3 miliar dolar Amerika Serikat untuk tahun fiskal 2005, dan mempekerjakan lebih dari 130.000 profesional di 148 negara.

Di Amerika Serikat kantor ini beroperasi dengan nama PricewaterhouseCoopers LLP yang merupakan perusahaan swasta terbesar keenam.

Sejarah

Kantor ini dibentuk dengan adanya penggabungan usaha dari dua kantor besar yaitu Price Waterhouse dan Coopers & Lybrand. Kedua kantor ini memiliki sejarah panjang sejak abad ke-19.
[sunting] Price Waterhouse

Samuel Price, seorang akuntan, mulai praktek di London pada tahun 1849. Dalam tahun 1865 Price membuat persekutuan dengan William Holyland dan Edwin Waterhouse. Sejak tahun 1874 kantor ini kemudian dikenal dengan nama Price, Waterhouse & Co. Holyland akhirnya meninggalkan persekutuan itu dan kemudian huruf '& Co' dan koma dihilangkan dari nama kantor tersebut. Di akhir tahun 1800-an, Price Waterhouse mendapat pengakuan sebagai suatu kantor akuntan publik tepercaya. Dengan berkembangnya perdagangan antara Britania Raya dan Amerika Serikat, Price Waterhouse kemudian membuka kantornya di New York dalam tahun 1890, yang kemudian kantor di Amerika ini berkembang dengan sangat pesatnya. Kantor asalnya di Inggris juga membuka banyak kantor di negara-negara Persemakmuran Inggris. Setiap kali mendirikan persekutuan terpisah di setiap negara, setiap sekutu yang diberikan insentif yang baik untuk meluaskan praktek lokalnya. Jadi kegiatan PW di seluruh dunia merupakan suatu gabungan kantor-kantor lokal yang berkembang secara alamiah dibandingkan dengan merupakan hasil dari penggabungan usaha internasional.

Seperti PW, Coopers & Lybrand juga didirikan dalam abad kesembilanbelas. Dalam tahun 1854 William Cooper mulai berpraktek di London, yang tujuh tahun kemudian berganti nama menjadi Cooper Brothers saat ketiga saudaranya bergabung. Di Amerika Serikat dalam tahun 1898 Robert H. Montgomery, William M. Lybrand, Adam A. Ross Jr. dan kakaknya T. Edward Ross mendirikan Lybrand, Ross Brothers and Montgomery. Coopers & Lybrand merupakan hasil penggabungan antara Cooper Brothers & Co; Lybrand, Ross Bros & Montgomery dan sebuah kantor dari Kanada McDonald, Currie and Co. dalam tahun 1957. Dalam tahun 1990 Coopers & Lybrand bergabung dengan Deloitte Haskins & Sells di Britania Raya, namun sebagian dari Deloitte bergabung dengan Touche Ross dan membentuk Deloitte Touche Tohmatsu.

Untuk menambah pembentukan kantor di berbagai ibukota utama dunia, seringkali PW atau Cooper menggabungkan diri dengan kantor akuntan lokal. Dengan cara ini terbentuklah kantor-kantor di tiap negara dan menggelembungkan jumlah kantornya agar bisa menawarkan jasanya dimanapun mereka berada. Pertumbuhan juga dirasakan dengan bertambahnya kebutuhan audit khususnya setelah Depresi Hebat dalam tahun 1920-an dan 1930-an dan juga dengan bertambah kompleksnya perpajakan.

Sebagai kelanjutan usahanya dalam memperoleh skala ekonomis, PW dan Arthur Andersen pernah membicarakan suatu penggabungan dalam tahun 1989, namun akhirnya negosiasi ini gagal terutama karena adanya konflik kepentingan contohnya keterkaitan bisnis Andersen dengan IBM padahal PW mengaudit IBM. Dalam tahun 1998 Price Waterhouse dan Coopers & Lybrand bergabung dan membentuk PricewaterhouseCoopers. Tahun berikutnya, pembicaraan untuk menggabungkan PwC dengan Grant Thornton gagal. Oleh karena berkurangnya jumlah kantor-kantor besar, sepertinya otoritas pengatur kompetisi akan sulit meluluskan ijin penggabungan usaha.

2. Deloitte Touche Tohmatsu (juga terkenal dengan merek Deloitte) adalah urutan kedua terbesar di dunia dalam bidang jasa profesional setelah PricewaterhouseCoopers dan merupakan anggota dari the Big Four auditors, sebuah kelompok kantor akuntan internasional terbesar di dunia. Dalam tahun 2004, dengan 16,4 miliar dolar Amerika Serikat, mereka merupakan yang terbesar di antara the Big Four auditors dalam hal penghasilan. Sebagai tambahan dari jasa akuntansi, Deloitte adalah satu dari kantor penasehat bisnis yang terbesar di dunia yang menawarkan jasa manajemen strategik dan operasional pada perusahaan-perusahaan dalam Fortune 500.

Sebelumnya, kantor ini dikenal dengan nama Deloitte & Touche yang terbentuk karena bergabungnya Touche Ross dan Deloitte Haskins & Sells (di luar Kerajaan Inggris) pada tahun 1990. Dalam tahun 1993, kantor internasional mengubah namanya menjadi Deloitte Touche Tohmatsu, nama yang ketiga berasal dari kantor Tohmatsu & Co, yang bergabung dengan Touche Ross dalam tahun 1975. Nama kantor ini merupakan gabungan nama William Welch Deloitte, George Touche, dan Panglima Nobuzo Tohmatsu. Nama Deloitte adalah nama tertua yang terus-menerus digunakan dalam profesi akuntansi. Deloitte Touche Tohmatsu berbentuk hukum Swiss Verein, suatu organisasi keanggotaan berdasarkan Undang-undang Sipil Swiss (Swiss Civil Code) dimana setiap anggotanya merupakan badan hukum tersendiri dan independen. Kantor pusat globalnya berkedudukan di Manhattan, New York.

Menurut website-nya, sampai tahun 2004, Deloitte mempekerjakan 115.000 profesional pada hampir 150 negara, menawarkan jasa audit, perpajakan, konsultansi dan penasehat keuangan kepada lebih dari separuh jumlah perusahaan terbesar di dunia.

Deloitte di Indonesia di wakili oleh Osman Bing Satrio dan Rekan, juga didukung oleh PT. Deloitte Konsultan Indonesia dan Deloitte Tax Service.

3. Ernst & Young (EY atau E&Y) adalah perusahaan jasa profesional yang merupakan salah satu dari the Big Four auditors, bersama dengan PricewaterhouseCoopers (PwC), Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte), dan KPMG.

Ernst & Young merupakan perusahaan global yang terdiri dari sejumlah perusahaan anggota. EY Global bermarkas di London, EY AS di New York, dan EY Indonesia di Jakarta.

Sejarah
Amerika Serikat dan Britania Raya

Perusahaan (persekutuan/perserikatan) ini merupakan hasil dari serangkaian merger dari perusahaan-perusahaan pendahulunya. Persekutuan tertua didirikan pada tahun 1849 di Inggris dengan nama Harding & Pullein. Pada tahun itu juga, Frederick Whinney bergabung. Dia kemudian menjadi partner pada tahun 1859. Pada tahun 1894, seiring dengan bergabungnya anak-anaknya, persekutuan tersebut berganti nama menjadi Whinney, Smith & Whinney.
Pada tahun 1903, perusahaan Ernst & Ernst didirikan di Cleveland oleh Alwin dan Theodore Ernst. Pada tahun 1906, Arthur Young & Company didirikan di Chicago oleh Arthur Young.
Pada awal tahun 1924, perusahaan-perusahaan AS tersebut beraliansi dengan perusahaan dari Britania Raya, Young dengan Broad Paterson & Co, dan Ernst dengan Whinney, Smith & Whinney. Pada 1979, Ernst & Whinney terbentuk dan menjadi firma akuntansi keempat terbesar di dunia.[1] Pada tahun 1989, peringkat empat bergabung dengan peringkat lima, Arthur Young, sehingga tercipta Ernst & Young ("EY").

Di Indonesia, EY berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik Purwantono, Suherman & Surja (PSS). Klien utama Ernst & Young antara lain Pertamina, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Krakatau Steel & Group, Coca Cola Bottling Indonesia & Indosat.

4. KPMG adalah salah satu perusahaan jasa profesional terbesar di dunia. KPMG mempekerjakan 104.000 orang dalam partnership global menyebar di 144 negara. Pendapatan komposit dari anggota KPMG pada 2005 adalah US$15,7 milyar. KPMG memiliki tiga jalur layanan: audit, pajak, dan penasehat. KPMG adalah salah satu anggota the Big Four auditors, bersama dengan PricewaterhouseCoopers, Ernst & Young dan Deloitte.

Setiap perusahaan nasional KPMG adalah sebuah badan legal independen dan merupakan anggota dari KPMG internasional, perusahaan Swiss Verein yang bermarkas besar di Belanda. Pada awal 2005, perusahaan anggotanya di AS, KPMG LLP, dituduh oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat atas penipuan dalam memasarkan perlindungan pajak yang menyimpang dari hukum. Dalam suatu kesepakatan, KPMG LLP mengakui telah berbuat kejahatan dengan menciptakan perlindungan pajak palsu untuk menolong klien-kliennya yang kaya untuk menghindari pajak sebesar $2.5 milyar dan setuju untuk membayar hukuman denda sebesar $456 juta. KPMG LLP tidak akan menghadapi tuntutan hukum atas perbuatan kriminal ini selama ia setuju dengan syarat-syarat dalam kesepakatan dengan pemerintah.

KPMG International dipimpin oleh Michael D.V. Rake, Ketua, Mitra Senior KPMG di Britania Raya; Michael P. Wareing, CEO, Mitra KPMG di Britania Raya; John B. Harrison, Ketua-Wilayah Asia Pasifik, Mitra KPMG di RRT dan Hong Kong; Timothy P. Flynn, Ketua-Wilayah Amerika, Ketua KPMG di Amerika Serikat; Ben van der Veer, Ketua-Wilayah Eropa, Timur Tengah dan Afrika, Ketua KPMG di Belanda.

Ref : Wikipedia

Minggu, 03 Oktober 2010

prospek budidaya ikan kerapu

Kerapu merupakan jenis ikan demersal yang suka hidup di perairan karang, di antara celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan. Ikan karnivora yang tergolong kurang aktif ini relatif mudah dibudidayakan, karena mempunyai daya adaptasi yang tinggi.

Ikan Kerapu merupakan ikan laut yang hidup di terumbu karang dan memiliki harga jual yang relatif tinggi yaitu mencapai US$ 20 (Rp 200.000,-) untuk setiap kilogramnya. Tingginya harga jual tersebut menyebabkan eksploitasi sumberdaya kerapu yang tidak terkendali serta membahayakan ekosistem perairan khususnya terumbu karang. Untuk menghindarkan terjadinya kepunahan terhadap populasi ikan kerapu di alam, maka upaya mengalihkan usaha penangkapan ke usaha budidaya kerapu di air payau merupakan langkah strategis yang perlu dilakukan.

Dikenal 3 jenis ikan kerapu, yaitu kerapu tikus, kerapu macan, dan kerapu lumpur yang telah tersedia dan dikuasai teknologinya. Dari ketiga jenis ikan tersebut, jenis kerapu tikus (Cromileptes altivelis) lebih disarankan. Hal ini karena harga per kilogramnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan kedua jenis kerapu lainnya.
Di Indonesia, kerapu tikus ini dikenal juga sebagai kerapu bebek atau di dunia perdagangan internsional mendapat julukan sebagai panther fish karena di sekujur tubuhnya dihiasi bintik-bintik kecil bulat berwarna hitam.
Daerah penyebaran kerapu tikus di mulai dari Afrika Timur sampai Pasifik Barat Daya. Di Indonesia, ikan kerapu banyak ditemukan di perairan Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. Salah satu indikator adanya kerapu adalah perairan karang. Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas sehingga potensi sumberdaya kerapunya sangat besar.

Dalam siklus hidupnya, pada umumnya ikan kerapu muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 - 3 m, selanjutnya menginjak dewasa berupaya ke perairan yang lebih dalam antara 7 - 40 m.
Telur dan larvanya bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal. Habitat favorit larva dan kerapu tikus muda adalah perairan pantai dengan dasar pasir berkarang yang banyak ditumbuhi padang lamun.
Parameter-parameter ekonlogis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu temperatur antara 24 - 310C, salinitas antara 30 -33 ppt, kandungan oksigen terlarut > 3,5 ppm dan pH antara 7,8 - 8. Perairan dengan kondisi seperti ini, pada umumnya terdapat di perairan terumbu karang.

Dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 81.000 km dan luas laut yang mencapai 5,8 juta km2, menjadikan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam sumberdaya kelautan, terutama sektor perikanan. Salah satu komoditi laut yang potensial untuk dikembangkan di indonesia adalah Ikan Kerapu (coral reef fishes).
Untuk memenuhi permintaan akan ikan kerapu yang terus meningkat, tidak dapat dipenuhi dari hasil penangkapan sehingga usaha budidaya merupakan salah satu peluang usaha yang masih sangat terbuka luas.

Senin, 20 September 2010

Kode Etik Akuntan Publik

Setiap bidang profesi memiliki aturan khusus yang di kenal dengan nama "kode etik profesi". Dalam bidang akuntansi salah satu profesinya yaitu akuntan publik, yang aturan-aturannya disusun oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yang bertujuan untuk mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia.

Berkembangnya profesi akuntan telah banyak diakui oleh berbagai kalangan. Kebutuhan dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat akan jasa akuntan menjadi pemicu perkembangan tersebut. Namun demikian, persepsi masyarakat terhadap profesi akuntan sebagai komunikator bisnis ternyata masih jauh dari efektif. Di satu sisi, pemakai jasa akuntan tersebut mengharapkan suatu hasil profesional dengan bertumpu pada kepercayaan mereka terhadap jasa profesional tersebut. Di sisi lain akuntan pun mengharapkan kompensasi seimbang atas jasa mereka.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prinsip-prinsip yang paling penting menurut empat kelompok profesi akuntan berbeda, dan mengetahui isi dan bentuk aturan etika yang dikehendaki masing-masing kelompok. Dari total 220 kuisioner, dikembalikan sebanyak 129 buah dan hanya 120 kuisioner yang dianalisis. Responden terdiri atas akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidik.

Dengan menggunakan four-point rating scales dan Kruskal-Wallis H Test, penulis menyimpulkan bahwa Akuntan publik menganggap Prinsip Etika Pertama yaitu Tanggung Jawab Profesi dan Prinsip Keempat yaitu Obyektivitas adalah prinsip-prinsip yang paling penting bagi para anggota kompartemen mereka. Bagi akuntan manajemen, kerahasiaan (P6) dan Kompetensi dan kehati-hatian profesional (P5) adalah prinsip paling penting. Sedangkan bagi akuntan sektor publik, kepentingan publik (P2) dan Tanggung Jawab Profesi (P1) adalah prinsip yang harus diutamakan dibandingkan dengan prinsip-prinsip lainnya. Kelompok akuntan pendidik menganggap Tanggung Jawab Profesi (P1) dan Integritas (P3) sebagai prinsip yang paling penting diantara prinsip-prinsip lainnya. Akuntan publik cenderung memberikan penilaian lebih tinggi dibanding kelompok lain. Sebaliknya, akuntan menajemen cenderung memberikan penilaian rendah terhadap Prinsip-prinsip Etika dibandingkan dengan kelompok lain.
Dari hasil survei tentang Aturan Etika, penulis menyimpulkan bahwa sebagian besar responden (kecuali akuntan sektor publik) menghendaki adanya Aturan Etika yang tersendiri bagi kelompok mereka masing-masing. Akuntan publik menginginkannya dalam bentuk aturan yang rinci disertai contoh kasus, sementara akuntan manajemen dan akuntan pendidik menginginkannya dalam bentuk pedoman umum. Ketiga kelompok akuntan sepakat untuk mencantumkan topik mengenai kompetensi profesional dalam Aturan Etika mereka masing-masing.

Terdapat beberapa perbedaan antara draf Kode Etik dengan Kode Etik Akuntan Publik yang saat ini berlaku, 5 diantara perbedaan tersebut adalah: 1) Jumlah paragrafnya. Pada draf Kode Etik yang baru tediri dari 266 paragraf (Par), sedangkan Kode Etik yang saat ini berlaku hanya 44 Paragraf. 2) Isi draf Kode Etik yang baru memuat banyak hal yang bersifat principle base, sedangkan Kode Etik yang saat ini berlaku banyak bersifat rule base. Sifat principle base ini selalu menjadi ciri dari pernyataan (pronoucements) standar yang diterbitkan oleh IFAC. Sifat yang sama juga dijumpai pada teks IFRS, maupun ISA. 3) Draf Kode Etik mengharuskan Praktisi selalu menerapkan Kerangka Konseptual untuk mengidentifikasi ancaman (threat) terhadap kepatuhan pada prinsip dasar serta menerapkan pencegahan (safeguards). Pada Kode Etik yang saat ini berlaku tidak menguraikan masalah etika dengan sistimatika identifikasi ancaman dan pencegahan. Identifikasi ancaman dan penerapan pencegahan selalu disebutkan dalam bagian B Kode Etik, yaitu harus dilakukan ketika Praktisi terlibat dalam melakukan pekerjaan profesionalnya, 4) Aturan etika mengenai independensi disajikan dengan sangat rinci. Seksi 290 mengenai Independensi memuat 162 Paragraf, padahal Kode Etik yang saat ini berlaku hanya 1 paragraf, yaitu pada Aturan Etika seksi 100, dan 5) Dimasukkannya aturan mengenai Jaringan KAP dalam Kode Etik.

Dengan melihat 5 perbedaan itu saja, tentu Praktisi Akuntan Publik sudah harus menyiapkan diri dengan Kode Etik yang baru. Paragraf yang lebih banyak memberi beban lebih banyak untuk dibaca dan dipahami, ditambah lagi dengan sifat isinya yang principle base menuntut Praktisi untuk lebih seksama menafsirkan setiap isi dari Kode Etik tersebut. Namun demikian, jumlah paragraf yang lebih banyak serta bersifat principle base ini tidak serta merta akan menyulitkan bagi Praktisi, karena dalam banyak hal bukan tidak mungkin justru memberikan kejelasan dibandingkan dengan Kode Etik yang saat ini berlaku yang lebih sederhana.

Draf Kode Etik terdiri dari 2 bagian yaitu, Bagian A memuat Prinsip Dasar Etika Profesi dan memberikan Kerangka Konseptual untuk penerapan prinsip, dan Bagian B memuat Aturan Etika Profesi yang memberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka konseptual pada situasi tertentu

Prinsip Dasar yang disajikan dalam Bagian A terdiri dari 5 prinsip, yaitu Integritas, Objektivitas, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Kerahasiaan, dan Perilaku Profesional. Sedangkan dalam Kode Etik yang saat ini berlaku terdiri dari 8 prinsip, yaitu : Integritas, Obyektivitas, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Kerahasiaan, Perilaku Profesional, Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan Publik, dan Standar Profesi. Adapun dalam Kerangka Konseptual yang tercantum dalam Bagian A, paragraf 100.6, ditetapkan kewajiban Praktisi untuk mengevaluasi setiap ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi ketika ia mengetahui, atau seharusnya dapat mengetahui, keadaan atau hubungan yang dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap prinsip dasar.

Evaluasi ancaman sebagaimana disebutkan dalam paragraf 100.6 ini memberikan catatan kepada Praktisi untuk tidak hanya menerima informasi atas adanya ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar, tetapi juga harus mengupayakan untuk mengetahui atas sesuatu yang sesungguhnya dapat diketahui yang merupakan ancaman terhadap prinsip dasar tersebut.

Ancaman terhadap prinsip dasar sebagaimana dimaksud dalam Kode Etik ini diklasifikasikan menjadi 5 jenis ancaman, terdiri dari:

1. Ancaman Kepentingan Pribadi
2. Ancamaan Telaah Pribadi
3. Ancaman Advokasi
4. Ancaman Kedekatan
5. Ancaman Intimidasi

Sedangkan pencegahan yang dapat menghilangkan ancaman tersebut, atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1)Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan, atau peraturan, dan 2) Pencegahan dalam lingkungan kerja.

Dalam bagian B draf Kode Etik, pencegahan yang dibahas adalah pencegahan dalam lingkungan kerja. Sedangkan pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan, atau peraturan cukup disebutkan dalam bagian A, paragraf 100.12.

Bagian B Kode Etik memuat Aturan Etika Profesi yang terdiri dari 10 seksi yang tersebar dalam 224 paragraf. Bagian B memberikan ilustrasi tentang penerapan kerangka konseptual dan contoh-contoh pencegahan yang diperlukan untuk mengatasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar. Karena sifatnya contoh-contoh, maka untuk menghindari agar tidak keliru penafsirannya oleh Praktisi, maka pada paragraf 200.1 dijelaskan bahwa contoh-contoh yang diberikan dalam bagian B bukan merupakan daftar lengkap mengenai setiap situasi yang dihadapi Praktisi yang dapat menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar. Oleh karena itu, tidak cukup bagi Praktisi untuk hanya mematuhi contoh-contoh yang diberikan, melainkan harus juga menerapkan kerangka konseptual dalam setiap situasi yang dihadapinya.

Pada bagian awal dari Bagian B, seksi 200, disebutkan 5 jenis ancaman, serta contoh-contoh dari ancaman tersebut. Kemudian diberikan contoh pencegahan dalam lingkungan kerja, yang dibedakan atas 1) Pencegahan pada tingkat institusi dalam lingkungan kerja, dan 2) Pencegahan pada tingkat perikatan dalam lingkungan kerja.. Contoh pencegahan tingkat institusi dalam lingkungan kerja antara lain a) Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang menekankan pentingnya kepatuhan pada prinsip dasar, b) Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang memastikan terjaganya tindakan untuk melindungi kepentingan publik oleh anggota tim assurance, dan c) Kebijakan dan prosedur untuk menerapkan dan memantau pengendalian mutu perikatan. Contoh pencegahan tingkat perikatan dalam lingkungan kerja antara lain: a) Melibatkan praktisi lainnya untuk menelaah hasil pekerjaan yang telah dilakukan atau untuk memberikan saran yang diperlukan, b) Melakukan konsultasi dengan pihak ketiga yang independen, seperti komisaris independen, organisasi profesi, atau praktisi lainnya, dan c) Melibatkan KAP atau jaringan KAP lain untuk melakukan atau mengerjakan kembali suatu bagian dari perikatan. Dalam hal pencegahan ini, mungkin saja klien sudah memiliki sistim pencegahan sendiri, misalnya a) Pihak dalam organisasi klien selain manajemen meratifikasi atau menyetujui penunjukkan KAP atau jaringan KAP, b) Klien memiliki karyawan yang kompeten dengan pengalaman dan senioritas yang memadai. Dalam hal demikian Praktisi dapat mengandalkan pada sistim pencegahan klien, namun demikian tidak boleh hanya mengandalkan pada pencegahan klien tersebut.

Seksi-seksi selanjutnya di bagian B, seperti pada seksi 210 s.d 290, menguraikan berbagai potensi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar yang dapat terjadi pada berbagai situasi ketika praktisi melakukan pekerjaan profesionalnya. Kemudian dijelaskan pencegahan yang disarankan untuk mengatasi ancaman tersebut, sehingga ancaman tersebut dapat dihilangkan atau dikurangi hingga tingkat yang dapat diterima. Adalah kewajiban Praktisi untuk selalu mengidentifikasi ancaman, mengevaluasi signifikasinya, dan jika ancaman tersebut merupakan ancaman selain ancaman yang secara jelas tidak signifikan, maka pencegahan yang tepat harus diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima. Apabila ancaman tersebut tidak dapat dikurangi ke tingkat yang dapat diterima, maka Praktisi harus menolak untuk menerima suatu perikatan atau mengundurkan diri dari perikatan tersebut.

Dalam hal penerimaan klien misalnya, ancaman kepentingan pribadi terhadap kompetensi dan sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi ketika tim perikatan tidak memiliki kompetensi yang diperlukan. Pencegahan yang disarankan misalnya a) memperoleh pemahaman yang memadai mengenai sifat dan kompleksitas bisnis klien, b) memperoleh pengetahuan yang relevan mengenai industri, menggunakan tenaga ahli jika diperlukan, dan sebagainya. Dalam hal diminta memberikan pendapat kedua (second opinion) mengenai penerapan akuntansi, audit atas transaksi tertentu oleh pihak lain selain klien, maka ancaman terhadap kompetensi, sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi. Pencegahan yang disarankan misalnya a) meminta persetujuan klien untuk menghubungi Praktisi yang memberikan pendapat pertama, b) menjelaskan mengenai keterbatasan pendapat yang diberikan kepada klien, dan sebagainya. Dalam penentuan imbalan jasa profesional, ancaman kepentingan pribadi terhadap kompetensi dan sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi ketika besaran imbalan jasa profesional sedemikian rendahnya, sehingga dapat mengakibatkan tidak dapat dilaksanakan perikatan dengan baik sesuai standar teknis dan profesi.

Pencegahan yang disarankan misalnya a) membuat klien menyadari persyaratan dan kondisi perikatan, terutama dasar penentuan imbalan, dan jenis dan ruang lingkup penugasan, b) mengalokasikan waktu yang memadai dan menggunakan staf yang kompeten dalam perikatan tersebut. Penerimaan hadiah atau bentuk keramah-tamahan (hospitality) dari klien dapat menimbulkan ancaman terhadap prinsip objektivitas. Pencegahan harus diterapkan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut. Ancaman kepada kepatuhan pada prinsip dasar objektivitas dapat terjadi karena kedekatan, seperti hubungan keluarga, hubungan kedekatan pribadi atau bisnis. Pencegahan yang disarankan antara lain: a) menerapkan prosedur penyeliaan yang memadai, b) menghentikan hubungan keuangan dan hubungan bisnis yang dapat menimbulkan ancaman.

Seksi 290 menjelaskan dengan sangat rinci persyaratan independensi bagi Tim Assurance, KAP dan Jaringan KAP. Seksi yang terdiri dari 162 paragraf ini mengatur persyaratan independensi pada perikatan assurance serta perikatan non-assurance pada klien assurance. Pengertian independensi sebagaimana disebutkan dalam seksi ini adalah independensi dalam Pemikiran (independence of mind), dan independensi dalam Penampilan (independence in appearance). Pengertian kedua independensi tersebut disajikan pada paragraf 290.8. Sebagai catatan, kita tahu bahwa dalam Kode Etik yang berlaku saat ini independensi tersebut terdiri dari independence in fact dan independence in appearance.

Berbeda dengan Kode Etik yang saat ini berlaku, seksi 290 draf Kode Etik secara jelas memberi aturan tentang independensi bukan hanya pada anggota IAPI atau staf profesional yang bekerja pada suatu KAP, tetapi juga kepada KAP yang berada dalam suatu jaringan, dan Jaringan KAP. Istilah Jaringan didefinisikan dalam paragraf 290.14 sebagai suatu struktur yang lebih besar yang dibentuk dengan tujuan untuk melakukan kerjasama diantara entitas-entitas dalam struktur tersebut dan secara jelas: i) berbagi pendapatan atau beban, ii) memiliki kepemilikan, pengendalian, atau manajemen bersama, iii) memiliki kebijakan dan prosedur pengendalian mutu bersama, iv) memiliki strategi bisnis bersama; v) menggunakan nama merk (brand name) bersama; atau vi) berbagi sumber daya profesional yang signifikan. Pada paragraf 290.14 juga disajikan pengertian dari Jaringan KAP. Menurut Kode Etik ini, suatu KAP yang berada dalam suatu Jaringan atau Jaringan KAP harus menjaga independensinya terhadap setiap klien audit laporan keuangan yang menjadi klien dari setiap KAP atau Jaringan KAP yang terdapat dalam Jaringan tersebut.

Pada paragraf 290.100 s.d 290.214 diberikan ilustrasi ancaman-ancaman terhadap independensi dalam Perikatan Assurance dan Pencegahannya. Ancaman tersebut diilustrasikan timbul ketika adanya a) Kepentingan keuangan, b) Pinjaman dan Penjaminan yang Diberikan oleh Klien Assurance, serta Simpanan yang Ditempatkan pada Klien Assurance, c) Hubungan Bisnis yang Dekat dengan Klien Assurance, d) Hubungan Keluarga dan Hubungan Pribadi dengan Klien Assurance, e) Personil KAP yang Bergabung dengan Klien Assurance, f) Personil Klien Assurance yang Bergabung dengan KAP. g) Rangkap Jabatan Personil KAP sebagai Direktur atau Pejabat Klien Assurance, dan h) Keterkaitan yang Cukup Lama antara Personil Senior KAP dengan Klien Assurance.

Dalam hal adanya Personil KAP yang Bergabung dengan Klien Assurance, yang hal ini sering terjadi, pada paragraf 290.144 diuraikan bahwa pencegahan yang dianjurkan meliputi antara lain: a) mempertimbangkan kelayakan atau kebutuhan untuk memodifikasi rencana kerja perikatan assurance, b) menugaskan tim assurance yang setidaknya memiliki pengalaman yang setara dengan pengalaman individu tersebut untuk perikatan assurance selanjutnya, c) melibatkan praktisi lain yang tidak terlibat dalam perikatan assurance untuk menelaah pekerjaan yang telah dilakukan personal KAP yang bersangkutan, atau d) menelaah pengendalian mutu perikatan.

Selain mengenai Ancaman terhadap independensi dalam Perikatan Assurance dan Pencegahannya yang diuraikan pada Par 290.100 s.d 290.157, seksi 290 juga memberikan ilustrasi ancaman dan pencegahannya pada Pemberian Jasa Profesional selain Jasa Assurance kepada Klien Assurance (par 290.158 s.d 290.205), Imbalan Jasa Profesional (Par 290.206 s.d 290. 212), Penerimaan Hadiah atau Bentuk Keramah-tamahan Lainnya (Par 290.213), dan Litigasi dan Ancaman Litigasi. (Par 290.214).

Sebagai contoh, dalam hal pemberian jasa akuntansi dan laporan keuangan oleh KAP atau Jaringan KAP kepada klien audit laporan keuangan, telah diatur dalam par 290.166 s.d 290.173 bahwa KAP atau Jaringan KAP maupun personilnya tidak boleh melakukan kegiatan yang terkait dengan pembuatan keputusan manajerial, seperti menentukan atau mengubah ayat jurnal, klasifikasi akun atau transaksi, atau catatan akuntansi lainnya tanpa persetujuan dari klien audit laporan keuangan (Par 290.167). Lebih jauh jasa akuntansi dan laporan keuangan yang diperblehkan terbatas jika pekerjaannya bersifat rutin dan mekanis, misalnya mencatat transaksi yang klasifikasi akunnya telah ditentukan dan disetujui oleh klien audit laporan keuangan, membukukan transaksi ke dalam buku besar yang ayat jurnalnya telah ditentukan dan disetujui oleh klien audit laporan keuangan (par 290.170). Jadi bentuk jasa tersebut harus betul-betul bersifat mekanis, tidak ada unsur pengambilan keputusan oleh KAP atau Jaringan KAP. Hal yang bersifat mekanis itupun masih harus dilengkapi dengan pencegahan yang memadai. Bahkan untuk klien audit laporan keuangan yang merupakan Emiten, pemberian jasa akuntansi dan pembukuan tidak diperbolehkan, karena dipandang tidak ada satupun pencegahan yang dapat mengurangi ancaman ke tingkat yang dapat diterima (Par 290.171)

Khusus mengenai rotasi auditor, draf Kode Etik ini mengatur bahwa rotasi hanya dilakukan pada Rekan Perikatan dan Personil KAP yang bertanggung jawab atas pengendalian mutu perikatan, yaitu setiap 7 tahun (Par 290.154), sedangkan rotasi terhadap KAP atau jaringan KAP tidak terdapat pengaturannya. Namun demikian, karena Kode Etik Profesi Akuntan Publik ini menganut kebijaksanaan bahwa jika ada aturan perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku ternyata lebih ketat dari Kode Etik, maka Praktisi diharuskan mengikuti aturan yang lebih ketat tersebut. Aturan yang lebih ketat mengenai rotasi antara lain pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tahun 2008 tentang Jasa Akuntan Publik, yang menetapkan bahwa pemberian jasa audit laporan keuangan kepada suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 tahun buku berturut-turut, dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 tahun berturut-turut. Aturan yang sama juga ditetapkan dalam Peraturan Bapepam No. VIII.A.2 tahun 2008 tentang Independensi Akuntan yang Melakukan Jasa di Pasar Modal.

Membaca draf Kode Etik Profesi Akuntan Publik dari bagian awal hingga akhir, sebanyak 266 paragraf memang bukanlah ringan, namun dari teks Kode Etik ini dapat memberikan gambaran bahwa betapa banyaknya rambu-rambu yang harus dipatuhi Praktisi agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Sebuah gambaran betapa besarnya tanggung jawab Profesi Akuntan Publik dalam menjalankan profesinya. Dengan banyaknya isi Kode Etik yang bersifat principle base, Praktisi tidak hanya dituntut untuk membaca apa yang tertulis dalam teks Kode Etik, namun juga harus mampu menafsirkan makna yang tersirat di dalamnya. Akhirnya, dengan selesainya exposure draft Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang baru, kita berharap Akuntan Publik Indonesia dapat mempersiapkan diri untuk memahami dan mengimplementasikannya dalam tugas-tugas profesinya, dan Akuntan Publik Indonesia melangkah maju ke arah yang lebih baik dan mencapai martabat yang lebih tinggi sejalan dengan misi IAPI untuk menjadikan Akuntan Publik Indonesia memiliki kesetaraan dalam kualitas dan kompetensi sesuai dengan standar profesi internasional.

referensi: - id.shvoong.com › Bisnis & Ekonomi › Akuntansi
- manajemenusaha.com

Curriculum Vitae (CV)

Personal Details

Full Name : Garry Aditya
Sex : Male
Place, Date of Birth : Kuningan, January 14, 1989
Nationality : Indonesia
Marital Status : Single
Height, Weight : 173 cm, 63 kg
Health : Perfect
Religion : Moslem
Address : Komp. Pemda Blok C 4 No. 8, Jati Asih-Bekasi 17423
Phone : 021-99628050
E-mail : garry.aditya@yahoo.com


Educational Background

1995-2001 : Jatiwaringin Elementary School No. 12, Bekasi
2001-2004 : Junior high School No. 9, Bekasi
2004-2007 : Senior High School No. 5, Bekasi
2007-present : Accounting Economic at Gunadarma University, Depok

Course & Education

2005-2009 : English Language Course at LIA (higher intermediate/advance)
2009-2009 : Mutual Funds Analysis Course at Gunadarma University
2010-2010 : Brevet A

Qualifications

1. Computer Literate (Ms. Word, Ms. Excel, Ms. Power Point)
2. Internet Literate

Minggu, 30 Mei 2010

Populasi

- Definisi: jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya hendak diduga.
- Satuan-satuan ini disebut unit analisa.
- Unit analisa mungkin merupakan orang, rumahtangga, tanah pertanian, perusahaan, dll.
- Unit analisa juga sering disebut elemen dari populasi.

Sampel

- Definisi: Adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya mewakili karakteristik populasinya.
- Satuan-satuan yang akan diteliti di dalam sampel dari dinamakan unit sampel.
- Keseluruhan unit sampel membentuk kerangka sampel (sample frame), dan dari sinilah anggota sampel dipilih.
- Kerangka sampel mungkin merupakan daftar dari kumpulan orang, daftar satuan perumahan.
- Dalam kegiatan survei, populasinya terdiri dari semua orang, semua orang, semua industri kecil, semua usaha-usaha pertanian, semua petani yang terdapat di suatu tempat tertentu.

Informasinya didapat dari sebagian populasinya (sampel) tetapi kesimpulan yang dibutuhkan adalah mengenai karakteristik dari populasinya.

- Karena kesimpulan dari sampel ditujukan untuk populasinya, maka ada syarat-syarat tertentu di dalam pemilihan sampel, agar sampel tersebut adalah sampel yang representatif.
a. Sampel harus menjadi cermin dari populasinya
b. Sampel harus mewakili populasinya
c. Sampel harus merupakan populasi dalam bentuk kecil (miniatur)
- Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi, kesimpulan yang digeneralisasikan pada populasi tidak dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. Kesimpulannya akan menyimpang atau bias.

Alasan Pemilihan Sampel
1. Jumlah individu yang akan diteliti bersifat infinitif atau dianggap tidak terbatas jumlahnya (frekuensi pengujian jenis pupuk).
2. Pengujian terhadap hasil produksinya bersifat destruktif (menguji rata-rata lamanya daya pakai lampu).
3. Obyek penelitian bersifat homogen.
4. Keterbatasan/penghematan biaya, waktu dan tenaga.
5. Tidak diperlukan ketelitian yang mutlak.
6. Bila nonsampling error yang besar tidak dapat dihindarkan, maka penelitian sebagian individu dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada seluruh individu, karena nonsampling error lebih mudah dikontrol dalam ruang yang lebih sempit.

Sampel yang representatif
1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi.
2. Dapat menentukan tingkat presisi (perbedaan hasil yang diperoleh dari sampel dengan hasil yang diperoleh dari sensus) hasil penelitian dengan jalan menentukan simpangan baku (standard deviasi) dari taksiran-taksiran yang diperoleh.
3. Sederhana sehingga mudah dilksanakan.
4. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah-rendahnya.
5. Penghematan


Pertimbangan besarnya sampel agar diperoleh gambaran yang representatif
1. Tingkat keseragaman individu populasinya. Makin homogen individu populasinya makin sedikit anggota sampel yang perlu diambil.
2. Tingkat presisi yang dikehendaki. Makin tinggi tingkat presisi yang diinginkan makin besar anggota sampel yang yang harus diambil. Sampel yang besar cenderung menghasilkan nilai penduga yang lebih mendekati nilai parameternya, Makin besar sampel akan semakin kecil kesalahan yang didapat (penyimpangan terhadap nilai populsi).
3. Rencana analisa dikaitkan dengan kelompok karakteristik sampel, misalnya pendapat orang dihubungkan dengan tingkat pendidikannya. Sampel yang lebih besar diperlukan untuk menghindari kekosongan sel-sel matrik yang dibuat
4. Biaya, tenaga, dan waktu.

Sampling
- Definisi: adalah cara atau teknik yang digunakan untuk mengambil sampel.
- Sampel yang terpilih disebut responden.
- Cara pengambilan sampel:
a. Random atau probability sampling
b. Nonrandom atau nonprobability sampling

Random Sampling
Definisi: suatu cara mengambil sampel denngan tidak memilih-milih individu yang akan dijadikan responden. Seluruh individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dijadikan responden. Sampel yang dipilih dengan cara demikian disebut simple random sample.
Metode pengambilan sampel acak sederhana dengan cara:
a. Cara undian
b. Menggunakan ‘Tabel Bilangan Randon’

Kelebihan:
- Reduce cost
- Menghemat waktu dan tenaga. Data cepat terkumpul, diolah dan dianalisa
- Fokus pada sejumlah hal-hal yang ditentukan.
- Data yang terkumpul lebih akurat.

Kelemahan:
- Bila data diperlukan dari wilayah-wilayah yang amat kecil maka diperlukan sampel yang relatif besar proporsinya sehingga sama mahalnya dengan sensus.
- Jika data yang diperlukan adalah untuk beberapa periode waktu yang teratur dimana perubahannya sangat kecil, maka diperlukan sampel yang lebih besar.
- Tidak praktis karena adanya pekerjaan pemilihan sampel, pengawasan dan lainnya sehingga biayanya besar.

Nonrandom Sampling

- Definisi: dalam pemilihannya, satuan-satuan dalam populasi tidak diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel atau menjadi responden. Sampel dipilih oleh peneliti berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu
- Jenisnya: convenience sampling, purposive sampling, dan quota sampling.


POPULASI, SAMPEL, DAN TEKNIK SAMPLING

Istilah populasi, sampel dan teknis sampling sering kali kita dengar, namun terkadang istilah-istilah ini ada yang tidak dipahami betul. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas mengenai populasi, sampel dan teknik sampling.

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh obyek atau subyek tersebut. Bahkan satu orangpun dapat digunakan sebagai populasi, karena satu orang itu mempunyai berbagai karakteristik, misalnya gaya bicara, disiplin, pribadi, hobi, dan lain-lain.

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apabila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada populasi, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Oleh karena itu sampel yang akan diambil dari populasi harus betul-betul representatif (dapat mewakili).

Teknik Sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Terdapat berbagai teknik sampling untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu probability sampling dan non probability sampling.

Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi simple random sampling, proportionate stratified random sampling, disproportinate statified random sampling dan cluster sampling (area sampling). Sedangkan non probability sampling adalah teknik yang tidak memberikan peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik ini terdiri sampling sistematis, , sampling kuota, sampling aksidental, sampling purposive, sampling jenuh dan snowball sampling.

Menentukan ukuran sampel merupakan bagian dari teknik sampling, dimana jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang 100% mewakili populasi adalah sama dengan populasi. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang keselahan generalisasi semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel menjauhi populasi, maka makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum).

Terdapat dua rumus yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian. Selain itu juga diberikan cara menentukan ukuran sampel yang sangat praktis yaitu dengan menggunakan tabel dan nomogram. Tabel yang digunakan adalah tabel Krejcie dan Nomogram Harry King. Dengan kedua cara tersebut tidak perlu dilakukan perhitungan yang rumit.

Untuk pengertian dan penjelasan lebih lanjut mengenai probability sampling, non probability sampling serta cara menentukan ukuran sampel akan dibahas pada tulisan khusus mengenai Teknik Pengambilan Sampling.

asprosbinareka.com
catatankuliahdigital.blogspot.com

Jumat, 09 April 2010

Penulisan Ilmiah (Pengaruh Modal Sendiri dan Kinerja Koperasi Terhadap Perolehan SHU Pada PT. Mahkota Aman Sentosa) Bab 1 - Bab 3

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2020, tatkala dunia memasuki era perdagangan bebas secara total, Indonesia seharusnya telah mengakhiri masa Pembangunan Jangka Panjang Ketiga (PJP II tahun 1993-2018). Pada kurun waktu itu Indonesia diyakini benar-benar telah berada dalam kondisi siap siaga menghadapi globalisasi total. Namun sayang sekali, krisis moneter pada tahun 1998 yang diikuti oleh krisis multidimensional yang menimpa Indonesia telah memporak-porandakan bangunan ekonomi yang sebelumnya diyakini amat kokoh itu. Dengan runtuhnya bangunan ekonomi tersebut Indonesia harus merencanakan kembali persiapannya memasuki perdagangan bebas.
Muncul pula pemikiran bahwa efek negatif globalisasi ekonomi bisa dilawan, selain oleh penerapan strategi pembangunan yang tepat, juga oleh nasionalisme ekonomi, yaitu kesediaan untuk memprioritaskan penggunaan produk sendiri daripada produk yang berasal dari luar. Namum, nasionalisme ekonomi hanya bisa dibangun melalui lembaga tertentu yang memang memungkinkan nilai-nilai nasionalisme ekonomi itu dapat tumbuh di dalamnya. Karena lembaga-lembaga ekonomi kapitalis mustahil menjalankan peran ini, maka satu-satunya alternatif yang tersisa hanyalah koperasi.
Prinsip yang mendasari koperasi, yakni prinsip demokrasi ekonomi, adalah senjata yang sangat ampuh untuk mempertahankan diri dalam persaingan bebas itu. Dalam hal ini bangsa Indonesia tergolong sangat beruntung karena sejak kemerdekaan diproklamasikan, prinsip demokrasi ekonomi ini sudah tercantum dalam UUD 1945.
Dalam tata perekonomian nasional kita, sangat diharapkan agar koperasi Indonesia dapat menempati posisi dan kedudukan yang penting. Bahkan Koperasi Indonesia diharapkan menjadi sokoguru perekonomian nasional Indonesia. Koperasi Indonesia mempunyai dasar konstitusional yang kuat, yakni UUD 1945 pasal 33 ayat 1 berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.” Dalam penjelasan dari pasal tersebut dikatakan bahwa “produksi di kerjakan oleh semua, untuk semua, dibawah pimpinan atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang.
Oleh karena itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Penjelasan pasal 33 UUD 1945 ini menempatkan kedudukan koperasi (1) sebagai sokoguru perekonomian nasional, dan (2) sebagai bagian integral tata perekonomian nasional. Menurut Kamus Lengkap karangan Wojowasito (1982), arti dari sokoguru adalah pilar atau tiang. Jadi, makna dari istilah koperasi sebagai sokoguru perekonomian dapat diartikan koperasi sebagai pilar atau “penyangga utama” atau “tulang punggung” perekonomian. Dengan demikian, koperasi diperankan dan difungsikan sebagai pilar utama dalam system perekonomian nasional.
Menurut UU No. 25/1992, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatatan perekonomian nasional, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Keuntungan didalam koperasi biasa disebut dengan istilah “Sisa Hasil Usaha”. Berdasarkan UU No.25 Tahun 1992 Pasal 45 Ayat 1” Sisa Hasil Usaha merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam waktu satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan”.
Menurut Tri Ruli Yanti,2005, bahwa faktor yang mempengaruhi SHU terdiri dari faktor dalam dan faktor luar. Faktor luar seperti partisipasi anggota, jumlah modal sendiri, kinerja pengurus, jumlah unit usaha yang dimiliki, kinerja manajer, dan kinerja karyawan. Sedangkan faktor dari luar seperti modal pinjaman dari luar, para konsumen dari luar selain anggota koperasi dan pemerintah.
Sebagai badan usaha, pendapatan atau hasil usaha sangat menentukan besar kecilnya SHU yang diperoleh koperasi. Mengingat kegunaan dan fungsi dari penyisihan SHU yang begitu banyak, maka perolehan SHU bagi koperasi pada setiap tahunnya menjadi sangat penting. Melalui SHU koperasi dapat memupuk modal sendiri yaitu dengan dana cadangan yang disisihkan setiap akhir periode tutup buku, sehingga akan memperkuat struktur modalnya. Selain itu dana-dana yang disisihkan dari SHU, apabila belum dicairkan atau digunakan maka akan diperlakukan sebagai tambahan modal yaitu sebagai modal pinjaman tanpa dikenakan biaya modal. Oleh sebab itu apabila koperasi dapat meningkatkan perolehan SHU dalam setiap tahunnya dengan sendirinya akan memperkuat struktur finansialnya.
Semakin besar SHU yang diperoleh koperasi akan meningkatkan kesejahteraan para anggotanya dan masyarakat pada umumya. Dan untuk meningkatkan perolehan SHU sangat tergantung dari besarnya modal yang berhasil dihimpun oleh koperasi untuk menjalankan usahanya. Modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari: simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah. Sedangkan modal pinjaman dapat berasal dari : anggota, koperasi lainnya dan atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, serta sumber lainnya yang sah.
Dengan makin berkembangnya kegiatan usaha koperasi tuntutan akan pelaksanaan pengelolaan koperasi secara professional semakin besar. Pengelolaan yang profesional membutuhkan sistem pertanggung jawaban yang baik serta informasi yang relevan dan dapat diandalkan. Kesemuanya itu dapat tercapai apabila koperasi sebagai badan usaha yang bergerak di bidang ekonomi melaksanakan kegiatan usahanya dengan menyesuaikan diri dengan perkembangan-perkembangan yang terjadi. Dengan demikian dapat dikaitkan bahwa perkembangan koperasi merupakan hal yang sangat penting untuk kelangsungan hidup koperasi. Mereka yang punya kepentingan terhadap perkembangan suatu koperasi sangatlah perlu untuk mengetahui kinerja koperasi tersebut, dan kinerja koperasi dapat diketahui melalui laporan keuangan koperasi yang bersangkutan.
Analisis rasio keuangan merupakan suatu cara penilaian terhadap kinerja koperasi, menilai pertanggung jawaban pengurus dan menilai manfaat yang diberikan koperasi terhadap anggotanya pada waktu yang lalu dan propek pada masa datang. Melalui analisis keuangan ini kita dapat menemukan kekuatan dan kelemahan koperasi dengan menggunakan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.
PT. Mahkota Aman Sentosa memiliki koperasi yang bergerak sebagai usaha simpan-pinjam. Dalam setiap bulannya koperasi PT. Mahkota Aman Sentosa membuat laporan keuangan bulanan yang dibuat berdasarkan hasil rapat anggota (RAT) yang dilaksanakan setahun sekali. Adapun tujuan dibuatnya laporan tersebut untuk mengetahui kinerja koperasi setiap bulanya sehingga diharapkan dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terhadap pembagian SHU didalam koperasi tersebut.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penulis mengambil judul penelitian tentang “ PENGARUH MODAL SENDIRI DAN KINERJA KOPERASI TERHADAP PEROLEHAN SISA HASIL USAHA (SHU) PADA PT. MAHKOTA AMAN SENTOSA”


1.2 Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan modal sendiri dan kinerja koperasi yang dilihat dari segi pendapatan dan net profit margin pada koperasi PT. Mahkota Aman Sentosa pada setiap bulannya dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009?
2. Adakah pengaruh modal sendiri dan kinerja koperasi terhadap perolehan SHU pada PT. Mahkota Aman Sentosa?

Pembahasan mengenai pengaruh modal sendiri dan kinerja koperasi terhadap SHU ini cukup luas, maka penulis membatasi penelitian sebagai berikut :

1. Penulis hanya membahas perkembangan modal sendiri pada koperasi melalui laporan keuangan bulanan.
2. Untuk mengetahui kinerja koperasi dapat diketahui melalui laporan perhitungan SHU yang terdapat pada koperasi yang bersangkutan. Dari data tersebut dapat diperoleh nilai pendapatan koperasi setiap bulannya, dan dari data tersebut juga dapat dianalisis menggunakan analisis rasio profitabilitas yaitu net profit margin (NPM).

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perkembangan modal sendiri dan kinerja koperasi yang dilihat dari segi pendapatan dan net profit margin pada koperasi PT. Mahkota Aman Sentosa pada setiap bulannya dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009.
2. Untuk mengetahui adakah pengaruh modal sendiri dan kinerja koperasi jika dilihat dari segi pendapatan dan net profit margin terhadap perolehan SHU pada koperasi PT. Mahkota Aman Sentosa.


1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang hendak diperoleh yaitu diantaranya :
1. Manfaat Praktis
Sebagai bahan perbandingan yang dapat memberikan pandangan dalam suatu proses pengambilan keputusan bagi perusahaan.

2. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan bagi penulis maupun pembaca pada umumnya untuk meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh modal sendiri dan kinerja koperasi terhadap perolehan SHU.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah koperasi PT. Mahkota Aman Sentosa yang terletak di Glodok Plaza Lt.5 Jl.Pinangsia Raya No.1 , Jakarta Barat.

1.5.2 Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan koperasi PT. Mahkota Aman Sentosa pada setiap bulannya yaitu dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009.

1.5.3 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan penulisan ilmiah ini, metode yang digunakan adalah melalui studi pustaka, yaitu salah satunya dengan membaca laporan keuangan koperasi yang merupakan data sekunder, sedangkan data primer di dapat dari interview yang dilakukan dengan salah satu anggota koperasi tersebut. Untuk tambahan penulis membaca penelitian sebelumnya.

1.5.4 Alat Analisis yang Digunakan

Dalam melakukan penelitian ini, metode analisis yang di pakai adalah analisis kuantitatif yaitu dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda yang digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat dan analisis determinasi (R) yang digunakan untuk menguji ketepatan hasil analisis regresi, melalui penentuan besarnya pengaruh variabel bebas, yang perhitungannya menggunakan bantuan program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solutions).


BAB II
LANDASAN TEORI



2.1 PENGERTIAN KOPERASI DAN PRINSIP-PRINSIP KOPERASI
2.1.1 Pengertian Koperasi
Perusahaan koperasi merupakan badan hukum yang melakukan kegiatan usaha didirikan orang perseorangan yang memiliki usaha sejenis, yang mempersatukan dirinya secara sukarela, dimiliki bersama, dan dikendalikan secara demokratis untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi. Sebagai wadah kumpulan usaha sejenis yang memiliki kepentingan yang sama baik untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang penuh dengan nilai-nilai universal yang merupakan kekuatan dasar membangun modal sosial (Muslimin Nasution, 2008).
Berikut ini disajikan beberapa definisi koperasi :
Definisi Chaniago
Arifinal Chaniago (1984) mendefinisikan koperasi sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya
Definisi Hatta
Bapak Koperasi Indonesia ini memdefinisikan koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong-menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan ‘seorang buat semua dan semua buat seorang’.
Definisi UU No. 25/1992
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatanya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasar atas azas kekeluargaan (Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, 2001).
.
2.1.2 Tujuan Koperasi
Dalam UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasi pasal 3 disebutkan bahwa, koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2.1.3 Fungsi Koperasi
Mengenai fungsi dan peran koperasi diatur dalam pasal 4 UU No. 25/1992. Fungsi dan peran koperasi adalah (Rasyid Yusuf, Nyoman Suprastha dan Widayatmoka, 2000):
- Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umunya untuk meningkatkan kesahteraan ekonomi dan sosialnya.
- Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
- Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
- Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

2.1.4 Prinsip-Prinsip Koperasi Indonesia
Jika dilihat dari sejarah perundang-undangan koperasi Indonesia, maka sejak Indonesia merdeka sudah ada 4 UU yang menyangkut perkoperasian, yaitu UU No. 79 tahun 1958 tentang perkumpulan koperasi, UU No. 14/1965, UU No. 12/1967 tentang pokok-pokok perkoperasian, dan UU No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian.
Prinsip-prinsip koperasi menurut UU No.25 tahun 1992 dan yang berlaku saat ini di Indonesia adalah sebagai berikut :
- Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
- Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
- Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota
- Pemberian batas jasa yang terbatas terhadap modal
- Kemandirian
- Pendidikan perkoperasian
- Kerja sama antar koperasi (Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, 2001).

2.2 JENIS DAN BENTUK KOPERASI, SERTA TATA CARA MENDIRIKAN BADAN USAHA KOPERASI

2.2.1 Jenis-Jenis Koperasi
Koperasi Konsumen
Adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang atau jasa, dan kegiatan atau jasa utama melakukan pembelian bersama.
Koperasi Produsen
Adalah koperasi yang anggotanya tidak memiliki rumah tangga usaha atau perusahaan tetapi bekerja sama dalam wadah koperasi untuk menghasilkan dan memasarkan barang atau jasa, dan kegiatan utamanya menyediakan, mengoperasikan atau mengelola sarana produksi bersama.
Koperasi Simpan Pinjam
Adalah operasi yang kegiatan atau jasa utamanya menyediakan jasa penyimpanan dan peminjaman untuk anggota.
Koperasi Pemasaran
Adalah koperasi yang anggotanya para produsen atau pemilik barang atau penyedia jasa dan kegiatan atau jasa utamanya melakukan pemasaran bersama (Ikatan Akuntan Indonesia, 2004).

2.2.2 Bentuk Koperasi
Pasal 15 UU No. 25 tahun 1992 menyebutkan tentang bentuk-bentuk koperasi yaitu :
- Koperasi primer yaitu koperasi yang beranggotakan orang-orang.
- Koperasi sekunder yaitu koperasi yang beranggotakan badan hukum koperasi primer ataupun koperasi yang beranggotakan badan hukum koperasi sekunder.
Mengenai koperasi sekunder, jika sebuah koperasi sekunder beranggotakan koperasi primer biasa disebut Pusat Koperasi, jika koperasi sekunder beranggotakan koperasi sekunder disebut Induk Koperasi. Kadang-kadang terjadi diantara koperasi, pusat koperasi, dengan induk koperasi ada bentuk koperasi sekunder yang disebut Gabungan Koperasi (Rasyid Yusuf , Nyoman Suprastha dan Widayatmoka, 2000).

2.2.3 Tata Cara Mendirikan Badan Usaha Koperasi
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan koperasi yang sesuai dengan perundang-undangan Koperasi No. 25 tahun 1992 :
1. Sekurang-kurangnya ada 20 orang untuk dapat membentuk Koperasi primer dan koperasi sekunder dibentuk oleh paling sedikit 3 (tiga) badan usaha koperasi primer.
2. Tata pendirian koperasi yang beraneka jenis dasarnya sama. Yang perlu pada awalnya beberapa orang penggerak koperasi dilingkungannya, memperlihatkan secara seksama ikatan pemersatu mereka baik atas dasr kesamaan profesi ataupun kesamaan tempat tinggal dan atau himpunan tertentu.
3.Langkah awal memantapkan kelompok menjadi prakoperasi yang selanjutnya ditingkatkan menjadi Badan Usaha Koperasi dengan memperhatikan aspek sosial ekonomi disekitarnya secara tepat.
4.Diantara peminat / calon anggota harus ada penggerak yang mengambil prakarsa mengundang rapat pembentukan koperasi.
5.Dalam rapat pembentukan koperasi dapat diundang penyuluh koperasi dari kantor Departemen koperasi Kabupaten / Kotamadya, untuk memberikan penerangan tentang koperasi, terutama mengenai pentingnya partisipasi anggota serta hak dan kewajiban anggota koperasi.
6.Dalam rapat pembentukan koperasi, disiapkan daftar hadir (sebagai salah satu syarat pendiri koperasi), membuat notulen rapat, menetapkan anngaran dasar dan memilih pengurus, pemeriksa yang selanjtnya dibuat daftar anggota pengurus dan anggota pemeriksa terpilih. Pada saat ini menyusun anggaran dasar, sekaligus menetapkan jenis koperasi.
7.Selanjutnya setelah rapat merampungkan segala sesuatunya tersebut di atas, pimpinan rapat diserahkan kepada Ketua, Pengurus yang terpilih untuk memimpin rapat selanjutnya.
Pengurus koperasi selanjutnya menyiapkan dokumen untuk disampaikan kepada kantor Departemen Koperasi setempat untuk meminta pengesahan badan hukum koperasi yang baru didirikan. Dokumen yang menjadi lampiran permohonan pengesahaan badan hukum adalah :
a. Notulen rapat pembentukan
b. Daftar nama-nama pendiri
c. Daftar nama-nama pengurus dan pengawas
d. Anggaran dasar koperasi
Permohonan ditandatangani oleh semua pendiri. Dari langkah pendirian koperasi itu dapat ditarik pengertian, untuk mendirikan koperasi harus ada sejumlah orang yang mempunyai kepentingan ekonomi yang sama dan kesamaan kegiatan (Rasyid Yusuf , Nyoman Suprastha dan Widayatmoka, 2000).

2.3 Organisasi Koperasi
Ropke mengindentifikasikan ciri-ciri organisasi koperasi sebagai berikut:
- Terdapat sejumlah individu yang bersatu dalam suatu kelompok atas dasar sekurang-kurangnya satu kepentingan atau tujuan yang sama, yang disebut sebagai kelompok koperasi
- Terdapat anggota-anggota koperasi yang bergabung dalam kelompok usaha untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi mereka sendiri, yang disebut sebagai swadaya dari kelompok koperasi.
- Anggota yang bergabung dalam koperasi memanfaatkan koperasi secara bersamaan, yang disebut sebagai perusahaan koperasi.
- Koperasi sebagai perusahaan mempunyai tugas untuk menunjang kepentingan para anggota kelompok koperasi, dengan cara menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh anggota dalam kegiatan ekonominya.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, organisasi koperasi terdiri dari beberapa pihak sebagai berikut :
- Anggota koperasi, baik secara konsumen akhir maupun sebagai pengusaha yang memanfaatkan koperasi dalam kegiatan sosial ekonominya.
- Badan usaha koperasi sebagai satu kesatuan dari anggota, pengelola, dan pengawas koperasi yang berusaha meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya melalui perusahaan koperasi.
- Organisasi koperasi sebagai badan usaha yang bertindak sebagai perusahaan yang melayani anggota maupun non anggota (Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, 2001).

a. Struktur Organisasi Koperasi di Indonesia
Secara umum, struktur dan tatanan manajemen koperasi Indonesia dapat dianut berdasarkan perangkat organisasi koperasi yaitu
- Rapat Anggota
- Pengurus
- Pengawas
- Pengelola
Rapat Anggota
Rapat anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi mempunyai kedudukan yang sangat menentukan, berwibawa, dan menjadi sumber dari segala keputusan atau tindakan yang dilaksanakan oleh perangkat organisasi koperasi dan para pengelola usaha koperasi. Segala sesuatu yang telah diputuskan oleh rapat anggota harus ditaati dan sifatnya mengikat bagi semua anggota, pengurus, pengawas, dan pengelola koperasi. Oleh karena itu, kedudukan dan kekuatan hukum rapat anggota menjamin segala perbuatan dan akibat hukum, yang dilakukan oleh para pengelola sebagai pemegang mandat dari anggota dalam hubungannya dengan anggota dan pihak lain maupun badan usaha lain.
Fungsi dan wewenang yang dimiliki rapat anggota berdasarkan pasal 23 Undang-Undang No. 25 tahun 1992, bahwa rapat anggota menetapkan :
- Anggaran dasar
- Kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi
- Pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas
- Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta pengesahaan laporan keuangan
- Pembagian sisa hasil usaha
- Penggabungan, peleburan, pendirian, dan pembubaran koperasi
Pengurus
Pengurus koperasi dipilih dari dan oleh anggota-anggota koperasi di dalam suatu Rapat Anggota Koperasi. Masa jabatan pengurus koperasi ditentukan di dalam anggaran dasar koperasi.
Pengurus koperasi bertugas :
- Mengelola koperasi dan usahanya
- Mengajukan rancangan rencana kerja serta anggaran pendapatan dan belanja koperasi
- Menyelengarakan Rapat Anggota
- Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
- Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib, dan
- Memelihara buku daftar anggota dan pengurus
Pengurus koperasi berwenang :
- Mewakili koperasi di dalam dan luar pengadilan
- Memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar, dan
- Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung-jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.
Pengawas
Pengawas organisasi koperasi merupakan suatu lembaga atau badan struktural organisasi koperasi. Pengawas mengemban amanat anggota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi, sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga koperasi, keputusan pengurus, serta peraturan lainnya yang berlaku di dalam koperasi.
Menurut UU No. 25/1992 pasal 39 ayat (1), pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. Sedangkan, ayat (2) menyatakan pengawas berwenang untuk meneliti segala catatan yang ada pada koperasi, dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
Pengelola / Manajer Profesional
Pengelola koperasi adalah mereka yang diangkat dan diberhentikan oleh pengurus untuk mengembangkan usaha koperasi secara efisien dan profesional. Karena itu, kedudukan pengelola adalah sebagai pegawai atau karyawan yang diberi kuasa dan wewenang oleh pengurus. Dengan demikian, di sini berlaku hubungan perikatan dalam bentuk perjanjian ataupun kontrak kerja. Jumlah pengelola dan ukuran struktur organisasinya sangat tergantung pada besarnya usaha yang dikelola (Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, 2001).

2.4 Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman Koperasi ( SWOT) (Muslimin Nasutio, 2008):
Kekuatan Koperasi:
1. Jumlah koperasi: secara kuantitatif, badan usaha ini mengalami pertumbuhan yang pesat terutama sejak Pelita I sampai terjadi krisis moneter pada tahun 1998.
2. Pelayanan koperasi benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat terutama koperasi simpan-pinjam, koperasi karyawan, dan koperasi pertanian.
3. Terhampar peluang usaha di berbagai bidang usaha yang sangat luas yang dapat digarap oleh koperasi.
4. Sejumlah koperasi memiliki reputasi yang baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka dapat dijadikan tauladan bagi koperasi lainnya.
5. Cukup banyak kader dan insan koperasi yang memiliki semangat, tekad, dan dedikasi yang tinggi.

Kelamahan Koperasi:
1. Pada umumnya koperasi tidak memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas. Di samping itu, juga mengabaikan penerapan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi. Bahkan penerapan nilai-nilai dan prinsip-prinsip tersebut, oleh sebagian koperasi dianggap sebagai pnghambat kegiatan usaha.
2. Kurang memadainya wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan profesionalisme pengelola dan karyawan koperasi; kepemimpinan dalam koperasi kurang mampu mengartikulasi, memotivasi, dan menstimulasi orang lain, khususnya para anggota.
3. Wilayah dan bidang kegiatan koperasi yang demikian luas dan beraneka ragam tidak ditopang oleh tersedianya sumber daya, kemampuan, dan pengembangan kelembagaan yang memadai.
4. Kurang adanya upaya pengembangan baik dalam bidang organisasi, manajemen, pelayanan maupun cakupan kegiatannya, sehingga pertumbuhan koperasi ke arah kematangan dan kemandirian terhambat. Lemahnya usaha pengembangan pemodalan dan tidak memadainya sistem pengelolaan dan pengawasan keuangan.
5. Kurang memadainya kualitas pelayanan yang diberikan oleh koperasi kepada anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Usaha tidak efektif dan tidak efisien sehingga kurang mampu bertahan hidup dan berkembang.
6. Kurang diperhatikan upaya penelitian, pengembangan, pendidikan dan pelatihan yang diarahkan untuk memajukan organisasi dan menciptakan inovasi baru dalam pelayanan. Pada umumnya, koperasi tertinggal dalam penerapan teknologi maju dan kurang tanggap terhadap perubahan.
7. Lemahnya jaringan kerja, koordinasi, dan kerja sama antara koperasi dan instansi pemerintah serta lembaga-lembaga swasta, khususnya badan-badan usaha, baik nasional maupun internasional juga lemah. Selain itu, inisiatif dan usaha-usaha koperasi untuk menjalin kerja sama dengan organisasi-organisasi internasional sangat tidak memadai.
8. Mutu pelayanan dan reputasi koperasi sangat beragam, dari yang sangat buruk sampai ke yang sangat baik.
9. Tidak memadainya usaha-usaha promosi. Dalam hubungan itu, pemanfaatan media masa untuk mengkomunikasikan dan mensosialisasikan gagasan, kegiatan yang diselenggarakan, dan masalah-masalah yang dihadapi oleh koperasi sangat tidak memadai. Seiring dengan itu, jelaslah bahwa upaya untuk membangun citra diri (image building) koperasi makin berkurang seiring dengan memudarnya perhatian terhadap koperasi dari berbagai pihak.
Peluang Koperasi
1. Makin pentingnya peran koperasi dalam pengembangan ekonomi kerakyatan.
2. Globalisasi mendorong kerja sama regional dan internasional yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk memperkuat kemampuan koperasi.
3. Pemamfaatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi peluang kepada koperasi untuk meningkatkan kinerjanya (meningkatkan efisiensi manajemen, mutu pelayanan, pemasaran, dan memperluas jaringan kerja sama dengan koperasi dan bdan usaha lain).
4. Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya pembangunan sosial (economic development is social development; social development is economic development) memberikan tantangan dan peluang yang penuh makna bagi koperasi.
5. Para insan koperasi masih berharap bahwa koperasi masih dapat menunjukkan eksistensinya baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang.
Ancaman Koperasi:
1. Masih berlangsungnya krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia dalam segala aspek kehidupan. Hal ini menyebabkan merebaknya masalah-masalah yang menyulutkan kehidupan bangsa Indonesia pada umumnya dan koperasi pada khususnya.
2. Lemahnya kemauan politik pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh koperasi. Ketidakpedulian pemerintah, lebih-lebih setelah diberlakukannya otonomi daerah terhadap pelaksanaan kewajibannya untuk berperan dalam membangun dan memberdayakan koperasi.
3. Masih berlakunya sejumlah peraturan perundangan-undangan warisan Orba yang bersifat menghambat gerak langkah koperasi.
4. Banyaknya koperasi yang didirikan dengan niat yang tidak tulus untuk melayani anggota, yang dapat merusak nama baik dan citra koperasi.
5. Semakin melemahnya semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam masyarakat. Lebih dari pada itu, dalam masyarakat terjadi krisis moral dan krisis kepemimpinan yang sangat berpengaruh bagi perkembangan koperasi.
6. Berbagai kasus negatif koperasi menimbulkan pemudaran citra koperasi dalam
7. kalangan masyarakat tertentu.
2.5 SISA HASIL USAHA (SHU)
2.5.1 Pengertian SHU
Ditinjau dari aspek ekonomi manajerial, sisa hasil usaha koperasi adalah selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total (total revenue [TR]) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost [TC]) satu tahun buku. Dari aspek legalistik, pengertian SHU menurut UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah sebagai berikut:
1) SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
2) SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan rapat anggota.
3) Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam rapat anggota.
Perlu diketahui bahwa penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya untuk keperluan lain, ditetapkan oleh rapat anggota sesuai dengan AD / ART koperasi. Dalam hal ini, jasa usaha yang mencakup transaksi usaha dan partisipasi modal.
Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pandapatan koperasi. Dalam pengertian ini, juga dijelaskan bahwa ada hubungan linear antar transaksi usaha anggota dan koperasinya dalam perolehan SHU. Artinya, semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, di mana deviden yang diperoleh pemilik saham adalah proposional, sesuai dengan besarnya modal yang dimiliki. Hal ini merupakan salah satu pembeda koperasi dengan badan usaha lainnya.
Sebuah koperasi dikatakan baik atau berkembang bukan hanya dilihat dari perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) saja, tetapi juga dilihat dari rencana kerja pelaksanaan yang telah ditentukan dalam rapat anggota tahunan apakah rencanakerja tersebut bisa dilaksanakan secara keseluruhan. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah pelayanan terhadap anggota. Koperasi yang dapat melayani anggota dengan sebaik-baiknya dapat dikatakan berhasil. Namun sebagai badan usaha, koperasi juga dituntut untuk dapat sejajar dengan badan usaha lain termasuk dalam memperoleh SHU.Untuk itu pengurus harus bekerja keras dan mempunyai manajemen yang baik sehingga dapat menghasilkan pelayanan maupun Sisa Hasil Usaha yang wajar.
Perhitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan bila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut :
a. SHU total koperasi pada satu tahun buku
b. Bagian (persentase) SHU anggota
c. Total simpanan seluruh anggota
d. Total seluruh transaksi usaha (volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
e. Jumlah simpanan per anggota
f. Omzet atau volume usaha per anggota
g. Bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
h. Bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota
SHU Total koperasi adalah sisa hasil usaha yang terdapat pada neraca atau laporan laba-rugi koperasi setelah pajak (profit after tax).
Transaksi anggota adalah kegiatan ekonomi (jual-beli barang atau jasa), antara anggota terhadap koperasinya. Dalam hal ini posisi anggota sebagai pemakai atau pelanggan koperasi. Infomasi ini diperoleh dari pembukuan (buku penjualan dan pembelian) koperasi atau pun dari buku transaksi usaha anggota.
Partisipasi modal adalah konstribusi anggota dalam memberi modal koperasinya, yaitu dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan usaha, dan simpanan lainnya. Data ini didapat dari buku simpanan anggota.
Omzet atau volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan atau jasa pada suatu periode waktu atau tahun buku yang bersangkutan.
Bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa modal anggota.Bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa transaksi anggota (Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, 2001).
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi SHU (Tri Ruli Yanti,2005)
Faktor dari dalam yaitu :
a. Partisipasi Anggota
Para anggota koperasi harus berpartisipasi dalam kegiatan koperasi karena tanpa adanya peran anggota maka koperasi tidak akan berjalan lancar
b. Jumlah Modal Sendiri
SHU anggota yang diperoleh sebagian dari modal sendiri yaitu dari simpananwajib,simpanan pokok,dana cadangan dan hibah
c. Kinerja Pengurus
Kinerja pengurus sangat diperlukan dalam semua kegiatan yang dilakukan oleh koperasi, dengan adanya kinerja yang baik dan sesuai persyaratan dalam Anggaran Dasar serta UU perkoperasian maka hasil yang dicapaipun juga akan baik.
d. Jumlah unit usaha yang dimiliki
Setiap koperasi pasti memiliki unit usaha hal ini juga menentukan seberapa besar volume usaha yang dijalankan dalam kegiatan usaha tersebut.
e. Kinerja Manajer
Kinerja manajer menentukan jalannya semua kegiatan yang dilakukan oleh koperasi dan memiliki wewenang atas semua hal-hal yang bersifat intern.
f. Kinerja Karyawan
Merupakan kemampuan seorang karyawan dalam menjadi anggota koperasi
Faktor dari luar yaitu :
a. Modal pinjaman dari luar
Modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan dan bagi perusahaan merupakan utang yang pada saatnya
harus dibayar kembali agar tidak menderita kerugian.
b. Para konsumen dari luar selain anggota koperasi
c. Pemerintah
Kekayaan koperasi yang merupakan pemberian bantuan kepada pihak koperasi secara sukarela baik berwujud uang maupun barang biasanya berasal dari pemerintah dan merupakan hibah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi SHU (Iramani dan Kristijadi , 1997):
a. Jumlah anggota Koperasi
Semakin banyak anggota koperasi yang menyimpan dananya pada koperasi, diharapkan akan meningkatkan volume kegiatan koperasi sehingga akan meningkatkan SHU yang akan diperoleh koperasi.
b.Volume usaha
Peningkatan SHU dari suatu koperasi sangat tergantung pada kegiatan yang dijalankannya, sehingga aspek volume usaha yang dijalankan oleh koperasi akan sangat menentukan pendapatannya.
c. Jumlah simpanan
Simpanan para anggota koperasi merupakan salah satu komponen yang turut serta menentukan kegiatan perkoperasian di koperasi tersebut.
d. Jumlah Hutang
Volume usaha yang harus ditingkatkan oleh koperasi akan terlaksana apabila pada koperasi tersebut tersedia modal yang mencukupi, baik yang berasal dari simpanan para anggota maupun modal yang digali dari luar (hutang).

2.5.2 Perumusan Sisa Hasil Usaha (SHU)
Berdasarkan pasal 45 ayat (1) UU No. 25 SHU dapat dirumuskan sebagai:
Sisa Hasil Usaha = Pendapatan – (Biaya + Penyusutan + Kewajiban lain + Pajak)

Karena komponen-komponen yang berada di dalam tanda kurung seluruhnya dapat dikategorikan sebagai biaya, maka rumusan di atas dapat di sederhana menjadi:
S = Y - TC
Dimana S adalah hasil usaha, Y adalah pendapatan total koperasi dalam satu tahun, dan TC adalah biaya total koperasi dalam satu tahun yang sama. Berdasarkan persamaan tersebut akan ada tiga kemungkinan yang terjadi, yaitu:
1. Jumlah pendapatan koperasi lebih besar daripada jumlah biaya-biaya koperasi sehingga terdapat selisih yang disebut SHU positif.
2. Jumlah pendapatan koperasi lebih kecil daripada jumlah biaya-biaya koperasi sehingga terdapat selisih yang disebut SHU Negatif atau usaha SHU Minus.
3. Jumlah pendapatan koperasi sama dengan jumlah biaya-biaya koperasi sehingga terjadi SHU Nihil atau berimbang.
Maka dari ketiga kemungkinan diatas dapat diterangkan bahwa bila terjadi SHU positif berarti kontribusi anggota koperasi terhadap pendapatan koperasi melampaui kebutuhan biaya-biaya riil koperasi. Kelebihan dana tersebut dikembalikan oleh koperasi kepada para anggotanya (pasal 45 ayat 2 UU No.25/1992). Tetapi sebelum dibagikan kepada anggota, rapat anggota atau anggaran dasar boleh saja menetapkan untuk menyisihkan sebagian dari SHU tersebut untuk dana cadangan, dana pendidikan perkoperasian dan dana-dana untuk keperluan lain serta dibagikan kepada anggota menurut jasa masing-masing anggota.
Apabila terjadi SHU negatif atau minus berarti kontribusi anggota koperasi terhadap biaya-biaya koperasi adalah terlalu kecil sehingga seluruh pengeluaran biaya koperasi tdak mampu ditutup oleh pendapatan koperasi. Kekurangan kontibusi anggota tersebut pertama-tama ditutup dengan dana cadangan (Rasyid Yusuf, Nyoman Suprastha dan Widayatmoka, 2000).

2.5.3 Rumus Pembagian SHU
Acuan dasar untuk membagi SHU adalah prinsip-prinsip dasar koperasi yang menyebutkan bahwa, pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Untuk koperasi di Indonesia, dasar hukumnya adalah pasal 5, ayat 1 ; UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian yang penjelasannya mengatakan bahwa “pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Dengan demikian, SHU koperasi yang diterima oleh anggota bersumber dari 2 kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu :
1) SHU atas jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima dari koperasinya sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan.
2) SHU atas jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan. Secara umum SHU koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada anggaran dasar / anggaran rumah tangga koperasi sebagai berikut :
- cadangan koperasi
- jasa anggota
- dana pengurus
- dana karyawan
- dana pendidikan
- dana sosial
- dana untuk pembangunan lingkungan
Tentunya tidak semua komponen di atas harus diadopsi koperasi dalam membagi SHU-nya. Hal ini sangat tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.
Untuk mempermudah pemahaman rumus pembagian SHU koperasi, berikut ini disajikan salah satu kasus pembagian SHU di salah satu koperasi (selanjutnya disebut koperasi A).
Menurut AD / ART Koperasi A, SHU dibagi sebagai berikut :
- Cadangan : 40 %
- Jasa Anggota : 40 %
- Dana Pengurus : 5 %
- Dana Karyawan : 5 %
- Dana Pendidikan : 5 %
- Dana Sosial : 5 %
SHU per anggota dapat di hitung sebagai berikut :
Dimana:
SHU A : Sisa Hasil Usaha Anggota
JUA : Jasa Usaha Anggota
JMA : Jasa Modal Anggota
Dengan menggunakan model matematika, SHU per anggota dapat dihitung sebagai berikut :

Di mana :
SHUPa : Sisa Hasil Usaha per Anggota
Va : Volume Usaha Anggota (total transaksi angggota)
VUK : Volume Usaha Total Koperasi ( total transaksi koperasi)
Sa : Jumlah Simpanan Anggota
TMS : Modal Sendiri total (simpanan anggota total)
Bila SHU bagian anggota menurut AD / ART koperasi A adalah 40 % dari total SHU, dan rapat anggota menetapkan bahwa SHU bagian anggota tersebut dibagi secara proposional menurut jasa modal dan usaha, dengan pembagian jasa usaha anggota sebesar 70 %, dan jasa modal anggota 30 %, maka ada 2 cara menghitung persentase JUA dan JMA yaitu :
Pertama, langsung dihitung dari total SHU Koperasi, sehingga :
JUA = 70 % x 40 % total SHU Koperasi setelah pajak
= 28 % dari total SHU Koperasi
JMA = 30 % x 40 % total SHU Koperasi setelah pajak
= 12 % dari total SHU Koperasi
Kedua, SHU bagian anggota (40 %) dijadikan menjadi 100 %, sehingga dalam hal ini diperoleh terlebih dahulu angka absolut, kemudian dibagi sesuai dengan presentase yang ditetapkan (Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, 2001).

2.5.4 Prinsip-Prinsip Pembagian SHU Koperasi
Agar tercemin azas keadilan, demokrasi, transparansi, dan sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip pembagian SHU sebagai berikut :
1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota.
Pada hakekatnya SHU yang dibagi pada anggota adalah yang bersumber dari anggota sendiri. Sedangkan SHU yang bukan berasal dari hasil transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada anggota, melainkan dijadikan sebagai cadangan koperasi. Dalam kasus koperasi tertentu, bila SHU yang bersumber dari nonanggota cukup besar, maka rapat anggota dapat menetapkan untuk dibagi secara merata sepanjang tidak membebani likuiditas koperasi. Pada Koperasi yang pengelolaan pembukuannya sudah baik, biasanya terdapat pemisahan sumber SHU yang berasal dari anggota dengan yang berasal dari nonanggota. Oleh sebab itu, langkah pertama dalam pembagian SHU adalah memilahkan yang bersumber dari hasil transaksi usaha dengan anggota dan yang bersumber dari nonanggota.
2. SHU anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
SHU yang diterima setiap anggota pada dasarnya merupakan insentif dari modal yang diinvestasikannya dan dari hasil transaksi yang dilakukannya dengan koperasi. Oleh sebab itu, perlu ditentukan proporsi SHU untuk jasa modal dan jasa transaksi usaha yang dibagi kepada anggota. Dari SHU bagian anggota, harus ditetapkan berapa persentase untuk jasa modal, misalkan 30 % dan sisanya sebesar 70 % berarti untuk jasa transaksi usaha. Sebenarnya belum ada formula yang baku mengenai penentuan proporsi jasa modal dan jasa transaksi usaha, tetapi hal ini dapat dilihat dari struktur permodalan koperasi itu sendiri. Apabila total modal sendiri koperasi sebagian besar bersumber dari simpanan-simpanan anggota (bukan dari donasi ataupun dana cadangan), maka disarankan agar proporsinya terhadap pembagian SHU bagian anggota diperbesar, tetapi tidak akan melebihi dari 50 %. Hal ini perlu diperhatikan untuk tetap menjaga karakter koperasi itu sendiri. Dimana partisipasi usaha masih lebih diutamakan.
3. Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan
Proses perhitungan SHU per anggota dan jumlah SHU yang dibagi kepada anggota harus diumumkan secara transparan, sehingga setiap anggota dapat dengan mudah menghitung secara kuantitatif berapa partisipasinya kepada koperasinya. Prinsip ini pada dasarnya juga merupakan salah satu proses pendidikan bagi anggota koperasi dalam mambangun suatu kebersamaan, kepemilikan terhadap suatu badan usaha, dan pendidikan dalam proses demokrasi.

4. SHU anggota dibayar secara tunai.
SHU per anggota haruslah diberikan secara tunai, karena dengan demikian koperasi membuktikan dirinya sebagai badan usaha yang sehat kepada anggota dan masyarakat mitra binisnya (Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, 2001).

2.6 Permodalan dan Pendapatan Koperasi
2.6. 1 Permodalan Koperasi
UU No. 25 tahun 1992 pasal 41, bab VII tentang Perkoperasian. Disebutkan bahwa modal koperasi terdiri dari :

a. MODAL SENDIRI
Modal sendiri pada dasarnya adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya (Bambang Riyanto, 1999).
Jenis-jenis modal sendiri koperasi terdiri dari :
1. Simpanan-simpanan yaitu simpanan pokok dan simpanan wajib dari para anggota (pemilik).
- Simpanan pokok, yaitu sejumlah uang yang sama banyaknya, yang wajib dibayarkan olah masing-masing anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi masuk menjadi anggota. Simpanan pokok bersifat permanen, artinya tidak dapat diambil selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
- Simpanan wajib, yaitu sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama banyaknya, yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada periode tertentu. Simpanan wajib ini tidak dapat diambil selama yang bersangkutan masih menjadi anggota (Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, 2001).
Simpanan pokok dan simpanan wajib ini akan semakin besar jumlahnya apabila terjadi pertambahan anggota dan ini berarti modal koperasi menjadi semakin banyak pula. Namun apabila ada anggota yang keluar karena merasa tidak sesuai lagi dengan tujuan koperasi, maka simpanan anggota yang akan keluar tersebut dapat diambil kembali yang mengakibatkan modal koperasi berkurang. Sehubungan dengan hal ini (sifat modal ini), pengurus dituntut untuk bekerja keras agar tidak ada anggota yang keluar, sehingga modal yang berasal dari simpanan pokok dan simpanan wajib tidak mengalami penurunan.
2. Sisa hasil usaha yang tidak dibagikan (ditanam kembali dalam koperasi) dan cadangan-cadangan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha. Sesuai dengan Kep. Men. Kop. No. 266/V/KPTS/1987 tentang pedoman pembagian SHU koperasi, pasal-pasal yang menjelaskan tentang hal itu adalah sebagai berikut:
a. Pasal 1 : SHU yang dibagi adalah SHU yang berasal dari pendapatan tunai dan pembayaran hanya dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan koperasi, serta tidak boleh menggangu likuiditas atau kelancaran jalannya usaha perusahaan koperasi.
b. Pasal 2 : Pada ayat 3 dijelaskan bahwa SHU yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dan akan dibagikan sebagai cadangan minimal harus 40%. Namun bila SHU yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk nonanggota akan dibagi sebagai cadangan, besarnya minimal 75%.
3. Hibah yaitu modal yang diterima koperasi secara cuma-cuma dari pihak lain menjadi modal sendiri.
4. Simpanan wajib yang dikaitkan dengan hasil usaha atau sering disebut simpanan wajib khusus. Sebenarnya simpanan ini merupakan jenis simpanan yang tidak mempunyai peraturan atau dengan kata lain tergantung dengan kebijakan masing-masing pengurus koperasi dalam mengantisipasi kebutuhan modal usaha. Hal ini bertujuan agar para anggota lebih berperan aktif dalam memupuk modal sebanding dengan transaksi atau jasa yang diberikan kepada koperasi atau oleh koperasi kepada anggota. Disini berarti bahwa bagi anggota yang menjumpai volume transaksi yang besar, akan mempunyai simpanan wajib khusus yang besar pula.
5. Simpanan Sukarela adalah simpanan yang dilakukan oleh pemilik dimana dia secara suka rela menitipkan sejumlah uang kepada koperasi untuk digunakan atau untuk membantu anggota lainnya yang sangat membutuhkan. Walaupun jenis simpanan ini berasal dari anggota, namun bila ditinjau dari segi waktu simpanan tersebut hanya bersifat sementara sehingga berfungsi sebagai hutang. Selain dapat bertambah simpanan ini sewaktu-waktu juga dapat diambil oleh pemiliknya (sesuai dengan perjanjian). Untuk memperbesar jenis simpanan ini maka salah satu cara yang dapat direalisasi adalah dengan memberikan kompensasi yang menarik bagi para penyimpan. Semua ini dilakukan karena banyaknya pesaing dari berbagai jenis tabungan dari lembaga-lembaga keuangan yang semakin intensif mendekati calon nasabahnya (Ign Sukamdiyo, 1997).
Bagi koperasi modal sendiri merupakan sumber permodalan yang utama, hal ini berkaitan dengan beberapa alasan
1. Alasan kepemilikan
Modal yang berasal dari anggota merupakan salah satu wujud kepemilikan anggota terhadap koperasi berta usahanya. Anggota yang memodali usahanya sendiri akan merasa lebih bertanggungjawab terhadap keberhasilan usaha tersebut.
2. Alasan Ekonomi
Modal yang berasal dari anggota akan dapat dikembangkan secara lebih efisien dan murah karena tidak diperkenankan persyaratan bunga.
3. Alasan Risiko
Modal sendiri atau anggota juga mengandung risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan modal dari luar, khususnya pada saat usaha tidak berjalan dengan lancar (Ninik Widiyanti, 1998).
b. Modal pinjaman yang bersumber dari :
- Anggota, yaitu pinjaman dari anggota ataupun calon anggota koperasi yang bersangkutan.
- Koperasi lainnya dan atau anggotanya, yaitu pinjaman dari koperasi lainnya dan atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerja sama antara koperasi.
- Bank dan lembaga keuangan lainnya, yaitu pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, yaitu dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Sumber lain yang sah, yaitu pinjaman yang diperoleh dari bukan anggota yang dilakukan tanpa melalui penawaran secara umum (Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, 2001).
Adapun sumber modal menurut asalnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Dari Segi Asalnya
Ditinjau dari segi asalnya, sumber modal dapat dibedakan menjadi dua yakni sumber modal intern dan sumber modal ekstern.

1). Sumber Intern
Modal yang berasal dari sumber intern adalah modal atau dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri didalam perusahaan (Bambang Riyanto, 1999).
Sumber modal intern dapat berwujud:
a. Laba yang tidak dibagi/ laba ditahan
Laba yang tidak dibagi diperoleh dari keuntungan suatu perusahaan yang tidak dibagikan pada akhir tahun. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk modal cadangan agar perusahaan tersebut dapat menjalankan usahanya dengan baik. Besar kecilnya laba ditahan menjadi sumber intern pemenuhan modal kerja yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Besarnya laba yang diperoleh pada periode yang bersangkutan.
2. Kebijakan tentang deviden policy, apabila pembayaran deviden ditetapkan dalam prosentase / jumlah yang relatif kecil dan sebaliknya apabila pembayaran deviden ditetapkan dalam prosentase yang relative rendah maka laba ditahan relatif besar.
3. Kebijakan penanaman kembali deviden yang diterima oleh pemegang saham. Apabila ada kebijakan untuk penanaman kembali deviden yang diterima perusahaan maka laba ditahan akan menjadi relative besar asal penanaman kembali deviden tersebut dapat ditanamkan pada investasi yang Ratio Rate Of Return lebih besar dari biaya modal.
4. Penjualan aktiva tetap yang dilakukan oleh perusahaan.
5. Keuntungan penjualan surat berharga / efek di atas harga normal.

b. Cadangan Penyusutan
Cadangan penyusutan diperoleh dari hasil penyusutan alat-alat produksi tahan lama yang disusutkan tiap tahun berdasarkan peraturan yang berlaku pada perusahaan atau koperasi. Maksud diadakannya cadangan penyusutan adalah untuk menjaga modal yang telah ditetapkan dan menjamin kebutuhan modal agar dapat meningkatkan kegiatan usahanya sewaktu akan mengganti mesin tersebut karena telah habis umur teknisnya.
2). Sumber Ekstern
Sumber extern adalah sumber yang berasal dari luar perusahaan. Dana yang berasal dari sumber extern adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambilan bagian di dalam perusahaan. Modal yang berasal dari kreditur adalah merupakan utang bagi perusahaan yang bersangkutan dan modal yang dari para kreditur tersebut ialah apa yang disebut “Modal Asing”.
Sedangkan dana yang berasal dari pemilik, peserta atau pengambil bagian di dalam perusahaan adalah merupakan dana yang tetap ditanamkan dalam perusahaan, dan dana ini dalam perusahaan tersebut akan menjadi “Modal Sendiri”. Dengan demikian maka pada dasarnya dana yang berasal dari sumber extern adalah terdiri dari modal asing dan modal sendiri.
Dalam hubungannya dengan modal asing dan modal sendiri, Curt Sandig dalam bukunya yang berjudul: “ Finanzierug mit Fremd-kapital” mengemukakan perbedaan antara kedua bentuk modal tersebut, antara lain sebagai berikut:
Modal Asing
1. Modal yang terutama memperhatikan kepada kepentinganya sendiri, yaitu kepentingan kreditur.
2. Modal yang tidak mempunyai pengaruh terhadap penyelenggaraan perusahaan.
3. Modal dengan beban bunga yang tetap, tanpa memandang adanya keuntungan atau kerugian.
4. Modal yang hanya sementara turut bekerja sama di dalam perusahaan.
5. Modal yang dijamin, modal yang mempunyai hak didahulukan (hak preferent) sebelum modal sendiri di dalam likudasi.

Modal Sendiri
1. Modal terutama tertarik dan berkepentingan terhadap kontinuitas, kelancaran dan keselamatan perusahaan.
2. Modal yang dengan kekuasaannya dapat mempengaruhi politik perusahaan.
3. Modal yang mempunyai hak atas laba sesudah pembayaran bunga kepada modal asing.
4. Modal yang digunakan di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak terbatas atau tidak tertentu lamanya.
5. Modal yang menjadi jaminan, dan haknya adalah sesudah modal asing di dalam likuidasi.
Perimbangan antara besarnya modal asing dan modal sendiri akan mempunyai efek terhadap tingkat solvabilitas perusahaan yang bersangkutan. Setiap tambahan modal asing akan selalu menurunkan tingkat solvabilitasnya, dan setiap penambahan modal sendiri akan selalu menaikkan tingkat solvabilitasnya. Dan makin tinggi tingkat solvabilitasnya berarti makin besar jaminan bagi kreditur (Bambang Riyanto, 1999).
b. Dari Segi Terjadinya
Ditinjau dari segi terjadinya sumber modal, dapat diperoleh dari berbagai sumber. Sumber-sumber tersebut antara lain :
1) Tabungan dari subjek ekonomi
Tabungan ialah pendapatan yang tidak dikonsumsi. Tabungan dapat digunakan untuk keperluan konsumsi dan dapat pula dipergunakan untuk investasi. Tabungan yang digunakan untuk kepentingan konsumsi tidak memperbesar dana modal, sedangkan tabungan yang digunakan untuk investasi memperbesar dana modal.
Suatu perusahaan dikatakan mengadakan tabungan apabila perusahaan tersebut menyisihkan sebagian dari keuntungan yang diperolehnya untuk pembentukan cadangan yang bertujuan antara lain untuk memperkuat basis finansiil atau untuk membelanjai expansi dikemudian hari
2) Penciptaan atau Kreasi Uang / Kredit oleh Bank
Yang dapat menciptakan uang itu tidak hanya Bank Sirkulasi tetapi juga Bank-bank Dagang dengan menciptkan uang giral.
3) Intensifikasi Penggunaan Uang
Cara ini dapat dilakukan oleh Bank dengan meminjamkan kembali uang-uang yang dipercayakan atau disimpan oleh masyarakat di Bank. Perusahaan-perusahaan produksi pun dapat mengintensifkan penggunaan uang yang sementara menganggur misalnya dengan meminjamkan kepada perusahaan-perusahaan lain yang membutuhkan atau untuk digunakan sendiri di dalam perusahaan untuk memperluas usaha-usahanya (Bambang Riyanto, 1999).
2.6.2 Pendapatan / Penerimaan
Pendapatan pada perhitungan hasil usaha sebuah koperasi terdapat beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. Pendapatan yang timbul dari transaksi penjualan produk atau penyerahan jasa kepada anggota dan bukan anggota.
2. Pendapatan tertentu yang realisasi penerimaannya masih tergantung pada persyaratan / ketentuan yang diterapkan.
Menurut standar akuntansi koperasi, maka pendapatan yang diperoleh dari transaksi penjualan produk atau penyerahan jasa kepada anggota dilaporkan secara terpisah pada perhitungan hasil usaha sebagai penjualan kepada anggota atau pendapatan dari anggota.
Pendapatan yang timbul sehubungan dengan penjualan produk atau penyerahan jasa kepada bukan anggota dapat dipandang sebagai pendapatan usaha sebagaimana lazimnya terdapat pada badan-badan usaha lainnya. Pendapatan yang timbul dari transaksi semacam ini perlu disajikan secara terpisah pada perhitungan hasil usaha sebagai penjualan kepada bukan anggota atau pendapatan dari bukan anggota (Ign Sukamdiyo, 1997).

2.7 LAPORAN KEUANGAN KOPERASI
Laporan keuangan merupakan media informasi yang digunakan oleh perusahaan yang bersangkutan untuk melaporkan keadaan dan posisi keuangannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi pihak kreditur, investor dan pihak manajemen dari perusahaan itu sendiri (Miswanto dan Eko Widodo 1998).
Laporan keuangan koperasi selain merupakan bagian dari sistem pelaporan keuangan koperasi, juga merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tentang tata kehidupan koperasi. Dengan demikian, dilihat dari fungsi manajemen, laporan keuangan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi kemajuan koperasi.
Pengguna utama dari laporan keuangan koperasi adalah :
- para anggota koperasi
- pejabat koperasi
- calon anggota koperasi
- bank
- kreditur
- kantor pajak
Adapun tujuan atau kepentingan pemakai terhadap laporan keuangan koperasi, adalah :
a. Menilai pertanggungjawaban pengurus
b. Menilai prestasi pengurus
c. Menilai manfaat yang diberikan koperasi terhadap anggotanya
d. Menilai kondisi keuangan koperasi (rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas)
e. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan jumlah sumber daya dan jasa yang akan diberikan kepada koperasi (Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, 2001).

2.7.1 Standar Akuntansi Keuangan Koperasi
Menurut PSAK no. 27 tentang akuntansi perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang mengorganisir pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya, dengan demikian koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian nasional. Laporan keuangan koperasi meliputi neraca, perhitungan hasil usaha, laporan arus kas, laporan promosi ekonomi anggota dan catatan atas laporan keuangan.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.27) menyebutkan bahwa, Perhitungan Hasil Usaha (PHU) adalah Perhitungan Hasil usaha yang menyajikan informasi mengenai pendapatan dan beban-beban usaha dan beban perkoperasian selama periode tertentu. Perhitungan Hasil Usaha menyajikan hasil akhir yang disebut sisa hasil usaha. Sisa hasil usaha yang diperoleh mencakup hasil usaha dengan anggota dan laba atau rugi kotor dengan non anggota. Istilah perhitungan hasil usaha digunakan mengingat manfaat dari usaha koperasi tidak semata-mata diukur dari sisa hasil usaha atau laba tetapi lebih ditentukan pada manfaat bagi anggota.
Dilihat dari sisi format pelaporan, maka laporan keuangan koperasi sebagai badan usaha, pada dasarnya tidak berbeda dengan laporan keuangan yang dibuat oleh badan usaha lainnya. Secara umum laporan keuangan meliputi (1) neraca (balance sheet), (2) perhitungan hasil usaha (income statement),(3) laporan arus kas (cash flow), (4) catatan atas laporan keuangan, dan (5) laporan perubahan kekayaan bersih sebagai laporan keuangan tambahan.
Adapun perbedaan yang pertama adalah bahwa perhitungan hasil usaha pada koperasi harus dapat menunjukan usaha yang berasal dari anggota dan bukan anggota. Alokasi pendapatan dan beban kepada anggota pada perhitungan hasil usaha berdasarkan perbandingan manfaat yang diterima oleh anggota dan bukan anggota. Dalam hal cara demikian sulit dilaksanakan alokasi secara sistematik dan rasional. Metode alokasi pendapatan dan beban harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Perbedaan yang kedua ialah bahwa laopran keuangan koperasi bukan merupakan laporan keuangan konsolidasi dari koperasi-koperasi. Dalam hal terjadi penggabungan dua atau lebih koperasi menjadi satu badan hukum koperasi, maka dalam penggabungan tersebut perlu memperhatikan nilai aktiva bersih yang riil dan bilamana perlu melakukan penilaian kembali (Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, 2001).

2.7.2 Analisis Rasio Keuangan
Dalam mengadakan interpretasi dan analisa laporan finansiil suatu perusahan, seorang penganalisa finansiil memerlukan adanya ukuran atau “yard-stick” tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisa finansiil adalah “rasio”. Pengertian rasio itu sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam “arithmatical terms” yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data finansiil. Macamnya rasio finansiil banyak sekali, kerena rasio dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisa.
Penganalisa finansiil dalam mengadakan analisa rasio finansiil pada dasarnya dapat melakukannya dengan 2 macam cara perbandingan, yaitu:
1. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu-waktu yang lalu (ratio history) atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama.
2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan (rasio perusahaan / company ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri (rasio industri / rasio rata-rata / ratio standard) untuk waktu yang sama (Bambang Riyanto, 1999).

Arti pentingnya analisis Laporan Finansial
Mengadakan interpretasi atau analisis terhadap laporan finansiil suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi penganalisa untuk dapat mengetahui keadaan dan perkembangan finasiil dari perusahaan yang bersangkutan. Dengan mengadakan analisa laporan finansiil dari perusahaannya, manajer akan dapat mengetahui keadaan dan perkembangan finansiil dari perusahaannya, dan akan dapat diketahui hasil-hasil finansiil yang telah dicapai di waktu-waktu yang lalu dan waktu yang sedang berjalan.
Dengan mengadakan analisa data finansiil dari tahun-tahun lalu, dapat diketahui kelemahan-kelemahan dari perusahaannya serta hasil-hasil yang telah dianggap cukup baik. Hasil analisa historis tersebut sangat penting artinya bagi perbaikan penyusunan rencana untuk tahun-tahun yang akan datang. Dengan mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, diusahakan agar dalam penyusunan rencaca untuk tahun-tahun yang akan datang, kelemahan-kelemahan tersebut dapat diperbaiki.
Selain manajemen, para krediturpun berkepentingan terhadap laporan finansiil dari perusahaan yang telah atau akan menjadi debitur atau nasabahnya. Kreditur sebelum mengambil keputusan untuk memberikan atau menolak permintaan kredit dari suatu perusahaan, perlulah mengadakan analisa terlebih dahulu terhadap laporan finansiil dari perusahaan yang mengajukan kredit, untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan tersebut untuk membayar kembali utangnya plus beban-beban bunganya.
3. Para investorpun berkepetingan terhadap analisa laporan finansiil suatu perusahaan dalam rangka penentuan kebijaksanaan penanaman modalnya. Bagi investor yang penting adalah “rate of return” dari dana yang akan diinvestasikan dalam surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan (Bambang Riyanto, 1999).
.

Rasio Profitabilitas
merupakan suatu indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukan oleh laba yang dihasilkan. Secara garis besar, laba yang dihasilkan perusahaan berasal dari penjualan dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan (J. William Petty, 1993). Pihak manajemen dan investor sangat berkepentingan terhadap rasio-rasio profitabilitas menunjukkan hasil akhir yang telah dicapai dari berbagai kebijakan dan keputusan yang telah diambil.
Pihak kreditur pun perlu mengetahui apa yang telah dicapai perusahaan yang akan diberi kredit. Oleh karena itu, melalui rasio-rasio ini, kreditur dapat melakukan penilaian dan proyeksi terhadap perkembangan perusahaan yang akan diberi kredit pada waktu yang akan datang (Miswanto dan Eko Widodo, 1998)

Net Profit Margin
Net profit margin adalah rasio yang membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dan penjualan bersih untuk menunjukkan berapa bagian dari penjualan bersih yang menjadi laba setelah bunga dan pajak. Semakin tinggi rasio ini, semakin menguntungkan karena laba bersih perusahaan makin besar (Miswanto dan Eko Widodo, 1998).


2.7.3 KINERJA KOPERASI
Pengertian Kinerja Koperasi
Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997, hal 503) adalah merupakan kata banda (n) yang artinya: 1. Sesuatu yang dicapai, 2.Prestasi yang diperlihatkan, 3. Kemampuan kerja (tt peralatan).
Kinerja koperasi adalah tatanan kerja yang dilakukan oleh koperasi dalam melakukan kegiatan usahanya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan, misalnya tentang kemampuan koperasi, efisiensi, efektifitas, pertumbuhan koperasi, dll. Manfaat menganalisis kinerja koperasi adalah untuk mengetahui maju mundurnya koperasi sekaligus memberikan informasi tentang keadaan koperasi kepada pihak yang membutuhkan seperti anggota dan pengurus koperasi.
Salah satu cara untuk mengukur kinerja bidang keuangan adalah dengan menggunakan pendekatan Analisa Rasio Keuangan, karena suatu rasio dapat menghubungkan satu macam unsur dengan segala macam unsur lainnya, seperti misalnya tingkat laba dengan total aktiva, antara hutang jangka pendek dengan aktiva lancar, dan perlu disadari bahwa tidak ada cara untuk mengukur kinerja koperasi yang dapat memberikan jawaban secara mutlak, hal ini dikarenakan dalam pengukuran kinerja hanya bersifat pendalaman relatif yang disebabkan adanya alih kondisi usaha yang berbeda antara koperasi satu dengan koperasi lain, dan juga adanya pengaruh inflasi (Sunardi, 2000).
Ukuran yang lazim dipakai dalam penelitian kinerja suatu perusahaan dinyatakan dalam rasio finansial yang terbagi dalam beberapa kategori, yaitu
- Apabila dilihat dari sumbernya dari mana rasio itu dibuat, maka rasio-rasio dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaitu:
1. Rasio-rasio Necara (Balance sheet rations), ialah rasio-rasio yang disusun dari data yang berasal dari neraca. Misalnya current ratio, acid-test ratio, current assets to total assets ratio, current liabilities to total assets ratio dan lain sebagainya.
2. Rasio-rasio laporan Rugi & Laba (income statement rations), ialah rasio-rasio yang disusun dari data yang berasal dari income statement, misalnya gross profit margin, net operating margin, operating ratio dan lain-lain.
3. Rasio-rasio antar-laporan (inter-statement rations), ialah rasio-rasio yang disusun dari data yang berasal dari Neraca dan data lainnya yang berasal dari income statement, misalnya assets turnover, inventory turnover, receivables turnover dan lain sebagainya.

- Adapula yang mengelompokan rasio-rasio dalam :
1. Rasio likuiditas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan (current ratio, acid test ratio dan lain sebagainya).
2. Rasio leverage adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan utang (debt to total assets ratio, net worth to debt ratio dan lain sebagainya).
3. Rasio aktivitas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya (inventory turnover, average colletion period dan lain sebagainya).
4. Rasio profitabilitas adalah rasio-rasio yang menunjukan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan (profit margin on sales, return on total assets, return on net worth dan lain sebagainya) (Bambang Riyanto, 1999).

2.8 Analisis Output SPSS (Statistical Product and Service Solutions)
SPSS adalah suatu program komputer statistik yang mampu memproses data statistik secara cepat dan tepat, menjadi berbagai output yang dikehendaki para pengambil keputusan. Pada mulanya SPSS dibuat untuk pemecahan masalah statistik pada ilmu-ilmu sosial, maka dengan semakin populernya program ini sekarang SPSS dapat di aplikasikan pada semua bidang (Singgih Santoso, 1999).

Variabel
Variabel adalah suatu yang beragam atau bervariasi. Variabel dibedakan sebagai berikut:
a. Variabel tergantung (variabel dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain yang sifatnya tidak dapat berdiri sendiri.
b. Variabel bebas (variabel independen) adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain yang sifatnya berdiri sendiri.
c.
Signifikan
Signifikan artinya menyakinkan atau berarti, dalam penelitian mengandung arti bahwa hipotesis yang telah terbukti pada sampel dapat diberlakukan pada populasi. Jika tidak signifikan berarti kesimpulan pada sampel tidak berlaku pada populasi (tidak dapat digeneralisasi). Tingkat signifikansi 5% atau 0,05 artinya kita mengambil risiko salah dalam mengambil keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-banyaknya 5% dan benar dalam mengambil keputusan sdikitnya 95% (tingkat kepercayaan). Atau dengan kata lain kita percaya bahwa 95% dari keputusan untuk menolak hipotesa yang salah adalah benar. Ukuran 0,05 atau 0,01 adalah ukuran yang umum sering digunakan dalam penelitian.

Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara tentang rumusan masalah penelitian yang belum dibuktikan kebenarannya. Dalam hipotesis terdapat hipotesis nihil dan hipotesis alternatif, yaitu sebagai berikut
a. Hipotesis nihil atau nol hipotesis (Ho) adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya hubungan antarvariabel.
b. Hipotesis alternatif atau hipotesis kerja (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antarvariabel (Dwi Priyatno, 2008).

2.8.1 Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,…Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksikan nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan.
Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Y= a + b1X1 + b2 X 2+ …. + bn Xn

Dimana:
Y = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)
X = Variabel independen
a = Konstanta (nilai Y apabila X1, X2 … Xn = 0)
b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)

2.8.2 Analisis Korelasi berganda (R)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2 … Xn) terhadap variabel dependen (Y) secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara variabel independen (X1, X2 … Xn) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Nilai R berkisar antara 0 sampai 1, nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah.
2.8 3 Analisis Determinasi (R2)
Analisis determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1, X2 … Xn) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Koefisien ini menunjukan seberapa besar persentase variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen. R2 sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen, atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model tidak menjelaskan sedikitpun variasi variabel dependen. Sebaliknya R2 sama dengan 1, maka persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen adalah sempurna, atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi variabel dependen.
Adjusted R Square adalah nilai R Square yang telah disesuaikan, nilai ini selalu lebih kecil dari R square dan angka ini bisa memiliki harga negatif. Menurut Santoso (2001) bahwa untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan adjusted R Square sebagai koefisien determinasi.
Standard Error of the Estimate adalah suatu ukuran banyaknya kesalahan model regresi dalam memprediksikan nilai Y.

2.9 Penelitian Sejenis
1. Lubuk Novi Suryaningrum. 2007. Pengaruh Modal Sendiri Terhadap Perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) Pada KPRI di Kota Semarang. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
Kata Kunci: Modal Sendiri, Sisa Hasil Usaha
Modal usaha koperasi diutamakan berasal dari anggota, modal anggota bersumber dari simpanan pokok dan simpanan wajib. Hal ini mencerminkan bahwa koperasi sebagai badan usaha yang ingin mendorong diri sendiri dengan kekuatan sendiri. Maka kegiatan usaha tersebut akan terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang menguntungkan yang pada akhirnya akan meningkatkan perolehan Sisa Hasil Usaha.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pengaruh modal sendiri terhadap perolehan Sisa Hasil Usaha pada KPRI di Kota Semarang (2) Untuk mengtahui seberapa besar pengaruh modal sendiri terhadap perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) pada KPRI di Kota Semarang. Populasi dalam penelitian ini adalah KPRI yang menjadi anggota PKPRI dan mengumpulkan laporan pertanggungjawaban tahun 2005 sebanyak 30 KPRI. Variabel penelitian ada dua yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah modal sendiri (X), sedangkan untuk variabel terikat adalah Perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan data statistik yaitu analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian dari regresi linier sederhana diperoleh persamaan regresi
Y= 506,098 + 0,639.
Hasil analisis varians untuk regersi diperoleh F hitung 29,779 dan signifikansinya 0,000, sedangkan F tabel pada df = 1 : 28 dan signifikansi 5% adalah 4,20. Karena F hitung = 29,779 > F tabel = 4,20, hal ini menunjukkan bahwa (1) Modal sendiri berpengaruh positif yang signifikan terhadap perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU). Hipotesis alternatif diterima. (2) Besarnya pengaruh modal sendiri (X) terhadap perolehan Sisa Hasil Usaha (Y) dilakukan regersi linier sederhana dan didapatkan koefisien determinasi (R2x100%) = 51,5% sedangkan sisanya 48,5%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa selain variabel modal sendiri ternyata perolehan Sisa Hasil Usahadipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini sebesar 48,5%.
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada pengaruh modal sendiri (X) terhadap perolehan Sisa Hasil Usaha (Y) pada KPRI di Kota Semarang dan pengaruhnya sebesar 51,5%, yang berarti bahwa semakin naik jumlah modal sendiri maka perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) akan semakin meningkat sebaliknya jika jumlah modal sendiri semakin turun maka perolehan Sisa Hasil Usaha juga akan ikut menurun.
2. Penggunaan rasio keuangan sebagai upaya untuk mengetahui kinerja keuangan koperasi studi kasus di KPRI "Eka Kapti" Probolinggo dan KOPKAR Unmer Malang
Research Report from JIPTUNMERPP / 2003-03-15 10:21:00
Oleh : Sunardi, Drs., Faculty of Economics - Merdeka University Malang
Penelitian ini membahas tentang sejauhmana kinerja pada aspek keuangan di KPRI " Eka Kapti" Probolinggo dan KOPKAR Universitas Merdeka Malang.
Salah satu cara untuk mengukur kinerja bidang keuangan adalah dengan menggunakan pendekatan Analisa Rasio Keuangan, karena suatu rasio dapat menghubungkan satu macam unsur dengan segala macam unsur lainnya, seperti misalnya tingkat laba dengan total aktiva, antara hutang jangka pendek dengan aktiva lancar, dan perlu disadari bahwa tidak ada cara untuk mengukur kinerja koperasi yang dapat memberikan jawaban secara mutlak, hal ini dikarenakan dalam pengukuran kinerja hanya bersifat pendalaman relatif yang disebabkan adanya alih kondisi usaha yang berbeda antara koperasi satu dengan koperasi lain, dan juga adanya pengaruh inflasi.



BAB III
METODE PENELITIAN



3.1 Objek Penelitian
3.1.1 Sejarah Koperasi
Koperasi Pegawai PT. Mahkota Aman Sentosa didirikan pada tanggal 14 Januari 2005 dan terletak di Glodok Plaza Lt.5 Jl.Pinangsia Raya No.1, Jakarta Barat. Kegiatan usaha koperasi tersebut adalah simpan-pinjam.
Dalam koperasi PT. Mahkota Aman Sentosa, rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai wujud daripada kebersamaan melalui rapat yang diadakan setiap tahun ini pulalah melahirkan program-program kerja masa mendatang serta langkah-langkah pengembangan untuk mencapai kesejahteraan anggota.

3.1.2 Struktur Organisasi
Susunan pengurus koperasi pegawai PT. Mahkota Aman Sentosa periode tahun 2008-2009 berdasarkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) tahun 2007 adalah sebagai berikut :

I Pembina : Direktur utama PT. Mahkota Aman Sentosa
Rudy Gunawan.

II Pengurus : Ketua : Rafael Sutanto, SE.
Sekertaris : Juniarti.
Bendahara I : Zulina, SE.
Bendahara II : Sutyo Hadi.

III Pengawas : Ir. Yudi Tanoto.


3.1.3 Kegiatan Bidang Usaha
1. Usaha Simpan-pinjam
Kegiatan usaha simpan-pinjam merupakan tumpuan harapan bagi sebagian besar anggota koperasi dalam mengatasi kebutuhan yang sangat berat dan mendesak. Tuntunan pelayanan pinjaman yang diajukan sebagian besar anggota koperasi pada umumnya cukup beralasan. Diantaranya untuk membantu keperluan kesehatan, pendidikan, perbaikan rumah, kontrak rumah, bahkan ada yang diperuntukkan sebagai tambahan modal usaha.

2. Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial yang disediakan koperasi yaitu, sumbangan dana perlaya, kegiatan peringatan hari-hari besar nasional, memberikan tunjangan hari raya bagi semua anggota koperasi dan sumbangan sosial lainnya.

a. Sumbangan Duka-cita (Dana Perlaya)
Sumbangan dana perlaya adalah dana yang terhimpun dari sumbangan anggota melalui potongan gaji. Dana tersebut disumbangkan kepada anggota keluarganya mengalam duka cita.
a. Sumbangan sosial lainnya
Sumbangan sosial lain diantaranya memberikan sumbangan rekreasi, sumbangan kepada panti asuhan. Dana yang diambil untuk sumbangan sosial tersebut bersumber dari Pos Perkiraan Dana-dana Koperasi yang berasal dari sub Perkiraan.

3.2 Data Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder yang berupa laporan keuangan bulanan koperasi pegawai PT. Mahkota Aman Sentosa selama 2 tahun atau 24 bulan. Laporan perhitungan SHU digunakan untuk mengetahui kinerja koperasi yang dilihat dari segi:
a. Pendapatan koperasi
b. Rasio Profitabilitas yaitu net profit margin.


3.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan ilmiah ini, metode yang digunakan adalah melalui studi pustaka, yaitu salah satunya dengan membaca laporan keuangan yang merupakan data sekunder, sedangkan data primer di dapat dari interview yang dilakukan dengan salah satu anggota koperasi tersebut. Untuk tambahan penulis membaca penulisan sebelumnya.

3.4 Alat Analisis yang Digunakan
Dalam melakukan penelitian ini, metode analisis yang di pakai adalah analisis kuantitatif yaitu dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda, yang perhitungannya menggunakan bantuan program komputer SPSS (statistical Product and Service Solutions). Analisis linier berganda dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan / pengaruh antara variable dependen dengan variable-variable independennya. Formulasi yang digunakan untuk hipotesis adalah sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3
Dimana:
Y = Sisa hasil usaha (SHU) koperasi
X1 = Modal sendiri koperasi
X2 = Kinerja koperasi dilihat dari nilai pendapatan koperasi
X3 = Kinerja koperasi dilihat dari net profit margin
a. = Koefisien konstanta
b. = Koefisien regresi variable independent

Variabel tergantung / dependent variable (Y) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sisa hasil usaha koperasi selama 24 bulan yaitu dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009. Variabel bebas / independent yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
a. Modal sendiri koperasi (X1) per bulannya yang dilihat dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009.
b. Kinerja koperasi (X2) dilihat dari nilai pendapatan koperasi per bulannya dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009.
c. Kinerja koperasi (X3) dilihat dari net profit margin per bulannya dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009.
Analisis korelasi berganda (R) digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2 ,X3) terhadap variabel dependen (Y) secara serentak.
Analisis determinasi (R2) dalam regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1, X2, X3) secara serentak terhadap variabel dependen (Y).